Risiko Resesi Menguat, Ekonom: Petumbuhan Ekonomi RI Sudah Disalip Filipina dan Vietnam
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 12 Oktober 2022 08:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, sepakat dengan pernyataan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva yang mengatakan prospek ekonomi global gelap akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan. Hal tersebut, menurut dia, terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sudah tersalip oleh Filipina dan Vietnam.
“Coba dilihat kondisinya, sudah tersalip. Pertumbuhan ekonomi kuartal satu 2022 di Vietnam 5,1 persen dan kuartal dua 7,7 persen. Sedangkan Filipina kuartal dua 2022 pertumbuhan ekonominya 7,4 persen,” ujar Bhima melalui sambungan telepon pada Selasa, 11 Oktober 2022.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumhuban ekonomi Indonesia pada kuartal dua 2022 mencapai 5,44 persen. Angka ini didapat dari kenaikan nilai produk domestik bruto atas dasar harga konstan (PDB ADHK) Indonesia pada triwulan tersebut dibandingkan perolehan pada triwulan yang sama tahun lalu.
Baca: Ancaman PHK Massal di Tengah Resesi, Ekonom: Sudah Ada Tanda-tandanya
Menurut Bhima, kondisi saat ini menjadi ancaman serius bukan hanya perbandingan dengan negara lain secara umum atau negara G20. Namun, justru yang menjadi ancaman serius adalah perbandingan di kawasan ASEAN karena relokasi industri itu mengincar negara dengan pertumbuhan yang solid.
“Vietnam sudah membuktikan pertumbuhannya sudah relatif cukup baik, Filipina juga,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan bahwa Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyatakan ekonomi global berisiko mengalami kerugian US$ 4 triliun pada 2026 akibat resesi. IMF telah menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,9 persen pada 2023 seiring dengan resesi.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan prospek ekonomi global gelap akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan. Setelah Covid-19, dunia menghadapi ancaman krisis karena invasi Rusia ke Ukraina dan bencana lantaran perubahan iklim.
"Kami mengalami perubahan mendasar dalam ekonomi global, dari dunia yang relatif mudah diprediksi ke dunia dengan lebih banyak kerapuhan, ketidakpastian yang lebih besar, volatilitas ekonomi yang lebih tinggi, konfrontasi geopolitik, dan bencana alam yang lebih sering dan menghancurkan," katanya seperti dikutip dari Reuters, akhir pekan lalu.
IMF terus menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya. Revisi ini bahkan sudah penurunan keempat kalinya pada tahun ini. Adapun untuk 2022, IMF memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,2 persen.
Georgieva mengatakan negara-negara maju dengan keuangan terkuat, seperti Eropa, Cina, hingga Amerika Serikat, pertumbuhan ekonominya melambat. Kondisi ini mengurangi permintaan terhadap ekspor sehingga berdampak memukul negara-negara berkembang yang sudah tertekan oleh harga pangan dan energi.
Dalam kesempatan berbeda, Georgieva memperkirakan negara-negara yang menyumbang sekitar sepertiga dari ekonomi global akan mengalami setidaknya dua kuartal berturut-turut kontraksi tahun ini atau tahun depan. "Bahkan ketika pertumbuhan positif, itu akan terasa seperti resesi karena pendapatan riil menyusut dan harga naik,” ucap Georgieva.
KHORY ALFARIZI | REUTERS
Baca: Sri Mulyani: Sepertiga Negara di Dunia Alami Kesulitan karena Beban Utang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.