TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bisa terjadi saat dunia menghadapi resesi global. Bahkan, menurut Bhima, gejala-gejala PHK sudah ada tanda-tandanya.
“Ya betul (adanya PHK), bahkan memang sudah ada tanda-tandanya,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Selasa, 11 Oktober 2022.
Tanda-tanda tersebut, kata Bhima, tercermin dari indikator perekonomian yang melemah dan menekan berbagai sektor. Bhima menuturkan, tingginya harga pangan dan energi menyebabkan inflasi pada September naik, bahkan hampir menyentuh 6 persen atau tertinggi sejak 2014.
Selain itu, ada tanda-tanda dari pelemahan minat konsumen dalam hal berbelanja yang bisa dilihat melalui indeks harga konsumen yang melorot. Dia juga mengatakan beberapa pelaku usaha sudah mengeluhkan kenaikan biaya bahan baku dan biaya logistik.
Namun, kondisi ini tidak berkorelasi dengan pendapatan di level konsumen. Artinya, kata dia, ada tanda-tanda stagflasi. "Inflasi tinggi, tapi serapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakatnya tidak mampu mengimbangi," katanya. “Jadi itu memang betul. Jadi perlu di iapkan ke depan ini ketika terjadi resesi jangan sampai menimbulkan PHK massal,” tutur Bhima.
Baca juga: Risiko Resesi Global Meningkat, Bos IMF: Dukungan Fiskal Harus Tepat Sasaran
Bhima menyarankan agar pemerintah memberikan stimulus untuk memperkuat daya beli masyarakat. Menurut dia, pemerintah seharusnya memangkas relaksasi PPN dari 11 persen menjadi 8 persen. “Toh, posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedang surplus Rp 100 triliun lebih,” tuturnya.
Relaksasi tersebut untuk menopang konsumsi rumah tangga. Kemudian, stimulus kepada UMKM perlu diberikan. Sebab jika terjadi terkanan pada sektor formal, serapan tenaga kerja di sektor ini akan terbatas. Sementara itu tiap tahun, ada empat juta angkatan kerja baru yang baru masuk di pasar tenaga kerja.
“Yang empat juta itu bisa ditampung sementara di sektor UMKM. Kemudian stimulus propertilah, subsidi rumah, subsidi uang muka, jadi untuk menjawab kekhawatiran dari para pekerja,” ucap Bhima.
Bhima juga menyarankan agar pemerintah tidak hanya menunjukkan sense of crisis dalam bentuk pidato. Sebab semua kebijakan, kata Bhima, belum ada yang khusus untuk menghadapi ancaman resesi 2023. “Seperti pandemi kemarin ada pemulihan ekonomi nasional (PEN) kan nah harusnya ada paket kebijakan khusus dalam mencegah terjadinya PHK masal dan resesi ekonomi,” tutur Bhima.
Baca juga: Jika Ekonomi Tak Tumbuh 6 Persen, RI Bisa Disalip Filipina dan Vietnam Jadi Negara Maju
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.