Dorong BPK Periksa Penggunaan PMN Garuda Rp 7,5 T, Sekarga: Kami Siap Beri Masukan Informasi
Reporter
Joniansyah (Kontributor)
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 23 Agustus 2022 08:55 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) mendorong Badan Pemeriksa Keuangan BPK memeriksa penggunaan penyertaan modal negara sebesar Rp 7,5 T di Garuda Indonesia.
"Kami siap memberikan masukan informasi kepada tim BPK terkait ada beberapa transaksi yang patut diduga menyalahi asas Good Corporate Governance(GCG)," ujar
Ketua DPP Serikat Karyawan PT.Garuda Indonesia(Persero), Tomy Tampatty dalam keterangan tertulisnya, Selasa 22 Agustus 2022.
Tomy mengatakan dukungan Sekarga ini menyikapi adanya surat tugas pemeriksaan BPK atas Pernyertaa Modal Negara (PMN) di BUMN sebagaimana pernyataan Pimpinan VII BPK Hendra Susanto. "Kami Serikat Karyawan Garuda Indonesia sangat mendukung 1 pemeriksaan tersebut," ujarnya.
Sekarga, kata Tomy berharap semua pihak di tubuh Garuda Indonesia sepakat dengan pemeriksaan BPK yang juga didukung Menteri BUMN Erick Thohir. "Semoga dengan adanya kontrol dan pemeriksaan dari BPK, penggunaan PMN Rp 7,5 Triliun untuk Garuda Indonesia digunakan secara tepat sasaran dan dapat menyelamatkan kelangsungan Flag Carrier Garuda Indonesia," kata Tomy Tampatty.
Sebelumnya, Pimpinan VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hendra Susanto menyerahkan surat tugas pemeriksaan Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di periode 2020-2022.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemeriksaan itu dalam rangka restrukturisasi perusahaan. Menurutnya, keikutsertaan BPK akan membantu proses transformasi dan perubahan model bisnis BUMN yang mendapatkan PMN.
Tujuannya, kata dia, agar proses restrukturisasi berjalan transparan, akuntabel, dan efektif, berlandaskan good corporate governance. "Peran BPK sangat penting dan strategis untuk mendorong hal tersebut," ujar Erick Thohir di Gedung BPK, Jakarta, dikutip melalui siaran pers pada Jumat, 19 Agustus 3022.
Erick menuturkan kapasitas BUMN yang bertanggung jawab terhadap sepertiga perekonomian nasional dituntut menjaga amanah dalam mengelola uang negara. Sementara itu, di era keterbukaan ini menurutnya terkadang persepsi publik lebih menonjol ketimbang fakta. Sehingga, sering kali PMN dikonotasikan negatif. Begitu pula utang BUMN seringkali dipersepsikan buruk.
“Padahal faktanya, sejak 2012 hingga 2022, total kontribusi yang diberikan BUMN, baik itu dari pajak, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan deviden kepada negara tiga kali lipat lebih besar ketimbang utang. Itu menandakan saat ini BUMN sehat," kata Erick.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi keterlibatan BPK dalam membantu proses transformasi dan restrukturisasi BUMN. Ia berharap kolaborasi dengan BPK akan sangat strategis untuk menyamakan persepsi.
Namun, ia mengatakan perlu ada persepsi yang disamakan. Salah satunya soal penugasan pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) yang sering diemban BUMN. Erick berujar selama ini penugasan sering diberikan tidak berdasarkan proses korporasi, sehingga BUMN mengalami kesulitan dalam menghadapi belenggu total utang dan cash flow akibat menjalankan penugasan tersebut.
"Karena itu, saya ingin BPK mendukung dan mendorong rencana kebijakan yang sedang disepakati, yaitu bahwa penugasan kepada BUMN setidaknya harus disepakati tiga kementerian," kata dia.
Tiga kementerian itu adalah Kementerian BUMN sebagai manajemen BUMN, lalu Kemenkeu sebagai pemegang saham BUMN, dan Kementerian terkait yang punya tugas pokok dan fungsi mendorong penugasan ke BUMN.
"Intinya, kami ingin transformasi BUMN berjalan sehat dan kontribusi kepada negara tidak mengalami salah arah," ucapnya.
Erick pun meminta BPK mendukung pengambilan keputusan cepat akan masa depan perusahaan-perusahaan BUMN yang sudah tidak lagi profit. Alasan dia, perubahan dunia yang cepat, baik disebabkan digitalisasi, faktor lingkungan, kesehatan, dan geopolitik, sehingga perlu pengambilan keputusan yang juga cepat.
“Jika harus menutup, menggabungkan, dan mengubah model bisnis dari BUMN yang secara bisnis sudah tak lagi produktif, harus cepat," kata Erick.
JONIANSYAH HARDJONO l RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini