Ada Aroma Korporasi Minyak Goreng Sawit di Pengelolaan Konservasi Komodo

Sabtu, 13 Agustus 2022 12:40 WIB

Kadal raksasa komodo di Taman Nasional Komodo. Dok. Kemenparekraf

TEMPO.CO, Jakarta - Hadirnya korporasi di tengah pengelolaan lokasi konservasi Komodo dianggap telah melanggar konservasi biosfer di bawah naungan UNESCO sejak Januari 1977. Dilansir dari lipi.go.id, cagar alam adalah situs yang ditunjuk berbagai negara melalui kerjasama Man and The Biospher (MAB-UNESCO) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, melalui upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal.

Seperti dikutip dari betahita.id mitra teras.id, korporasi yang mendapatkan hak pengelolaan wilayah konservasi komodo salah satunya merupakan sebuah perusahaan milik pemerintah daerah, yaitu PT Flobamor. Sedangkan tiga lainnya merupakan perusahaan swasta, yaitu PT Segara Komodo Lestari, yang mendapatkan IUPSWA No 7/1/IUPSWA/PMDN/2013 untuk lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca yang ditetapkan berdasarkan SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013.

Kedua, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) diberikan Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) di Pulau Padar dan Pulau Komodo melalui SK.796/Menhut-II/2014. Perusahan ini berhak mengelola 274,81 hektar atau 19,6 persen dari luas Pulau Padar dan hektare atau 3,8 persen dari luas Pulau Komodo.

Perusahaan ketiga yaitu PT Synergindo Niagatama yang diizinkan mengelola tanah seluas 6,490 hektare di Pulau Tatawa.

Berdasarkan data penerima manfaat mencatat PT Synergindo Niagatama berhubungan dengan Wilmar International. 92 persen saham perusahaan ini dimiliki oleh Mochamad Sonny Inayatkhan, sekaligus sebagai penerima manfaat atas perusahaan pengelola Pelabuhan Internasional Batam Center, PT Synergy Tharada.

Advertising
Advertising

Selain itu ia juga seorang Direktur Keuangan di PT Bali Star Resort Indah, sebuah perusahaan pariwisata yang bertempat di Bali. Penerima manfaat perusahaan ini adalah Augustinus Tanoto Ong yang juga duduk sebagai komisaris di PT Natsteel Wilmar Gemilang yang bergerak di bidang konstruksi dan pengembang.

Kemudian penerima manfaat PT Natsteel Wilmar Gemilang ini ialah salah satu pendiri Wilmar, yaitu Kuok Khong Hong dan Rosa Taniasuri Ong, yang merupakan istri dari Martua Sitorus, pendiri Wilmar. Perusaah ini diketahui merupakan produsen berbagai minyak goreng seperti Sania, Fortune, Siip, Sovia, Mahkota, Ol'eis, Bukit Zaitun, dan Goldie.

Berdasarkan data dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), per 2020 perusahaan ini memiliki total luas lahan 354.250 hektare. 246.543 hektare atau sekitar 70 persen lahan tersebut ditanami kelapa sawit. Sedangkan lahan seluas 43.472 hektare merupakan skema perkebunan rakyat.

Diketahui saat ini Wilmar memiliki lebih dari 450 pabrik dan jaringan distribusi di berbagai negara lain selain Indonesia, di antaranya China, India. Mereka memiliki sekitar 92 ribu pekerja dari berbagai negara.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan Wilmar internasional, hingga akhir 2020 pendapatan mereka tercatat sebesar US$ 50,52 miliar dengan laba bersih sebesar US$ 1,53 miliar. Sehingga total asetnya hingga 2020 mencapai US$ 51,02 miliar.

Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan pada 2014, KLHK memberikan konsesi kepada PT Synergindo Niagatama di atas lahan seluas 6.490 hektare di Pulau Tatawa yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo. Pulau ini terkenal akan destinasi snorkeling dan memiliki kondisi terumbu karang yang baik.

Pada 2018 pemerintah mengurangi ruang publik di Pulau Tatawa melalui SK 38/PJLHK/PJLWA/ KSA.3/7/2018. Pemerintah mengurangi ruang publik menjadi 3.447 hektare dan meningkatkan ruang usaha menjadi 17.497 hektare. Pada 2020, pemerintah menerbitkan ulang izin usaha PT Synergindo Niagatama di lahan seluas 15,32 hektare.

Direktur Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara, Supintri Johar, mengkhawatirkan dengan masuknya korporasi dalam kawasan konservasi membawa berbagai ancaman bagi satwa dan lingkungan sekitar. Pembangunan fasilitas dinilai akan mempengaruhi ekosistem dan niat meraih keuntungan justru membuat konservasi terancam.

"Bila dilihat proses pemberian izin ini tidak transparan. Tentu ini menimbulkan kekhawatiran, terlebih lagi yang masuk adalah korporasi yang berkaitan dengan perusahaan besar. Tentu faktor ekonominya lebih besar dibandingkan konservasi,” kata dia.

Sebelumnya Walhi NTT menilai masalah hadirnya investor di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) ini menjadi salah satu faktor yang berkaitan dengan isu kenaikan harga bea masuk wisata TNK. Pengelolaan TNK sebagai wilayah konservasi biosfer seharusnya pembangunan berkelanjutan di kawasan itu melalui upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Ditambah lagi selama ini pengembangan pariwisata di Taman Nasional Komodo masih mengesampingkan penduduk di pulau-pulau kawasan TNK, termasuk Pulau Komodo.

ANNISA FIRDAUSI

Baca: Bayang-bayang Korporasi di Wisata Pulau Komodo

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

4 hari lalu

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI mengklaim ekspor ke luar negeri turun, terutama di Eropa.

Baca Selengkapnya

Ada Harimau Sumetera hingga Komodo, Inilah 5 Hewan Endemik Asal Indonesia

5 hari lalu

Ada Harimau Sumetera hingga Komodo, Inilah 5 Hewan Endemik Asal Indonesia

Setidaknya ada 612 hewan endemik asal Indonesia dari berbagai jenis, seperti mamalia, burung, reptil, hingga amfibi. Berikut lima di antaranya.

Baca Selengkapnya

Promo Super Indo Awal Mei, Minyak Goreng Super Hemat

5 hari lalu

Promo Super Indo Awal Mei, Minyak Goreng Super Hemat

Peritel produk makanan Super Indo Supermarket menghadirkan beragam promo potongan harga atau diskon di akhir April hingga menjelang Mei 2024.

Baca Selengkapnya

GAPKI Sebut Kinerja Ekspor Sawit Turun, Ini Penyebabnya

5 hari lalu

GAPKI Sebut Kinerja Ekspor Sawit Turun, Ini Penyebabnya

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mengatakan kinerja ekspor sawit mengalami penurunan. Ini penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

5 hari lalu

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas merevisi lagi peraturan tentang barang bawaan impor penumpang warga Indonesia dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

6 hari lalu

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki tanggapi soal target pemerintah menyelesaikan pemutihan hutan di lahan sawit September 2024.

Baca Selengkapnya

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

6 hari lalu

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

Perkebunan sawit PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group diduga merambah hutan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

6 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

6 hari lalu

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

Ikappi merespons ramainya isu Kementerian Koperasi dan UKM membatasi jam operasional warung kelontong atau warung madura.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

6 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya