Kementerian Pertanian Akui Indonesia Tak Bisa Lepas dari Ancaman Krisis Pangan
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Francisca Christy Rosana
Selasa, 9 Agustus 2022 15:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian mengakui krisis pangan di Indonesia saat ini tidak bisa dihindari. Salah satu penyebabnya, ketergantungan negara terhadap impor sejumlah komoditas pangan masih terlampau besar.
Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab mengatakan Indonesia harus mengambil ancang-ancang sebelum krisis terjadi. Apalagi, pelbagai negara mulai membatasi ekspor untuk memenuhi kebutuhan domestik warganya.
"Banyak komoditas yang kita butuhkan, namun masih bergantung pada impor," ujarnya dalam diskusi daring di Jakarta pada Selasa, 9 Agustus 2022.
Ismail menuturkan bahan makanan yang jumlah importasinya besar adalah padi, jagung, dan kedelai. Padahal tiga komoditas itu paling dibutuhkan.
Kementerian Pertanian pun menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi krisis pangan ini. Ia berujar produksi pangan di Indonesia, terutama untuk bahan pokok, tetap harus tersedia dan semestinya surplus.
Adapun strategi yang pertama adalah peningkatan kapasitas produksi. Saat ini, Kementerian Pertanian tengah melakukan pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah seluas 164.598 hektare dengan intensifikasi seluas 85.456 hektare dan ekstensifikasi 79.142 hektare.
Perluasan areal tanam baru atau PATB juga dilakukan seluas 250 ribu hektare untuk komoditas padi, jagung, bawang merah, dan cabai di daerah defisit. Peningkatan produksi pun dilakukan untuk gula, daging sapi, dan bawang putih guna mengurangi impor.
Strategi lainnya adalah diversifikasi pangan lokal. Menurut Ismail, tidak cukup jika pemerintah hanya berfokus meningkatkan produksi tanpa memperluas episentrum bahan pokok, seperti beras atau padi. Tanpa diversifikasi, kata dia, dengan peningkatan jumlah penduduk yang selalu naik sampai 1,49 persen, negara akan kesulitan mendapatkan suplai beras.
<!--more-->
Ditambah, makin banyaknya lahan subur di Jawa yang sudah berubah fungsi menjadi lahan non-pertanian. "Ini harus ada pengurangan konsumsi, kalau bisa konsumsi beras di Indonesia harusnya lebih rendah dari yang sekarang," ujarnya.
Selain itu, Kementerian Pertanian memperkuat cadangan dan sistem logistik pangan. Misalnya, melalui program penguatan Cadangan Beras Pemerintah Provinsi (CBPP) dan Penguatan Cadangan Beras Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pengembangan pertanian modern juga dapat menjadi cara untuk menghindari krisis pangan. Salah satunya dengan mengembangkan sistem Smart Farming, yaitu pengembangan dan pemanfaatan screen house untuk meningkatkan produksi komoditas hortikultura di luar musim tanam. Sistem ini khususnya diperuntukkan bagi cabai, bawang, dan komoditas pangan lainnya yang bernilai ekonomi tinggi.
Kemudian, Ismail melihat pengembangan food estate yang tengah gencar dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan Kalimantan Tengah juga menjadi strategi menjaga harga dan pasokan. Lahan food estate ini ditanami beras dan jagung.
Ismail berujar, moderenisasi sistem pertanian tak dapat dihindari meskipun petani-petani di Indonesia sudah banyak yang tak lagi muda. "Sehingga harus digantikan atau perlu ada tenaga modernisasi dalam pertanian," ucapnya.
Adapun perubahan iklim global turut mendorong ancaman krisis pangan semakin besar. Beberapa tempat di Indonesia, tutur dia, mengalami iklim panas yang merusak pertanian sehingga beberapa komoditas terancam gagal panen.
Di samping itu, kondisi geopolitik perang Rusia dan Ukraina juga menyebabkan harga pangan terganggu, khususnya harga gandum di dunia. "Pergerakan harga pangan yang luar biasa. Di satu sisi, kita banyak mengimpor gandum hampir 11 juta ton," ucapnya.
Ia mengungkapkan, kemandirian pangan saat ini adalah hal yang mendesak. Oleh karena itu, penunjang kemampuan negara dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup adalah prioritas.
"Sebab kedaulatan pangan baru bisa dicapai ketika negara bisa secara mandiri menentukan kebijakan pangannya," ujarnya.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca Juga: Kemendag Targetkan Ekspor Besi dan Baja di Tahun Ini USD 30 Miliar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.