Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Diprediksi Mentok 5 Persen, Indef: Tak Ada Momentum
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Francisca Christy Rosana
Minggu, 7 Agustus 2022 19:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal kembali turun pada kuartal III 2022. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di bawah kuartal II yang sebesar 5,44 persen.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan pertumbuhan ekonomi hanya akan mentok di level 5 persen. Penyebabnya adalah faktor musiman yang menopang pertumbuhan ekonomi selama kuartal II sudah lewat, seperti Lebaran yang mendorong tingkat konsumsi masyarakat.
"Karena tidak adanya dorongan konsumsi masyarakat, tidak ada momentum yang besar membuat masyarakat belanja lebih banyak," kata Tauhid saat konferensi pers, Ahad, 7 Agustus 2022.
Di sisi lain, dia mengatakan, tren konsumsi pemerintah yang seharusnya bisa mendukung kinerja perekonomian di tengah perang Rusia Ukraina juga terus turun sejak awal tahun. Karena itu, dia menganggap, laju ekonomi akan melambat ke depan.
"Kondisi ini terjadi ketika terjadi peyesuaian inflasi yang cukup tinggi. Terutama volitile food, bahan makanan, maupun administered price, itu ada rokok kretek, ada tiket pesawat," ujar Tauhid.
Sementara itu, Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menambahkan, kinerja konsumsi pemerintah pada kuartal II 2020 terkontraksi 5,24 persen secara tahunan. Penurunan itu melanjutkan rapor merah belanja pada kuartal I yang pertumbuhannya negatif 7,59 persen.
"Ini menurut saya masalah, saya rasa kapasitas birokrasi kita untuk merancang. Kalau memang konsumsinya tumbuh selalu negatif yaudah harusnya lebih efisien belanjanya, sekalian enggak usah utang terlalu banyak," kata Eko.
<!--more-->
Tekanan inflasi yang merata terjadi di berbagai negara, khususnya mitra dagang utama Indonesia, berisiko menggerus kinerja ekspor Indonesia ke depan. Ekspor tetap terancam walau pada kuartal II mampu tumbuh di level 19,74 persen secara tahunan dari kuartal sebelumnya 16,69 persen.
"Ketika daya beli negara mitra dagang utama tertekan, maka konsekuensinya permintaan barang dan jasa bisa saja berkurang. Persoalan berpotensi lebih rumit karena implikasinya dapat menjalar ke pundi-pundi cadangan devisa yang berisiko ikut menyusut," ujar Eko.
Karena itu, Eko berpendapat, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan terobosan. Salah satunya meningkatkan belanja pemerintah dan mengendalikan inflasi harga bergejoplak serta inflasi yang diatur pemerintah.
"Belanja pemerintah perlu diakselerasi untuk membantu menjaga pertumbuhan ekonomi. Belanja yang perlu didorong pada kuartal III adalah belanja barang dan modal sehingga sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi positif," ucap Eko.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan laju konsolidasi fiskal yang dilakukan Kemenkeu dengan menekan belanja negara tetap sesuai jalur. Konsolidasi tersebut, kata dia, tidak mendisrupsi laju pemulihan ekonomi pada kuartal II 2022.
"Belanja pemerintah terkait dengan penanganan pandemi dapat ditekan seiring dengan terkendalinya tingkat penyebaran virus di sepanjang kuartal II 2022," kata Rahayu melalui siaran pers hari ini.
Selain itu, dia menganggap, pergeseran waktu pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji ke-13 kepada ASN juga berdampak pada laju pertumbuhan konsumsi pemerintah. Pada 2021, THR dan Gaji ke-13 dibayarkan pada April dan Juni. Sedangkan pada 2022, THR dan gaji ke-13 PNS dicairkan pada April dan Juli.