Bupati Ingin Pungut Rp 25 per Kilogram Panen Sawit, Petani: Sangat Menyayat Hati
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 8 Juli 2022 10:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Gulat Manurung menanggapi keinginan para bupati wilayah penghasil sawit untuk memungut Rp 25 per kilogram hasil panen petani. Gulat mengatakan 17 juta petani sawit sedih mendengar informasi tersebut karena dilontarkan pada waktu yang tak tepat.
"Info ini sangat menyayat hati bagi kami para petani sawit. Kami sedih, 17 juta petani sawit sedih," ujarnya saat dihubungi, Kamis malam, 7 Juli 2022.
Permintaan para kepala daerah itu sebelumnya disampaikan oleh Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit (AKPSI) dalam rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kemarin. Rapat itu juga dihadiri oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh.
Ketua AKPSI Yulhaidir kala itu meminta pemerintah pusat mengizinkan pemerintah kabupaten untuk menarik pungutan hasil panen petani sawit. Ia mengusulkan pemerintah pusat membuat regulasi agar setiap kilogram hasil panen dapat dipungut untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
Menanggapi permintaan itu, Gulat berujar, seharusnya para bupati sebagai pemimpin daerah memikirkan nasib masyarakatnya. Dengan meminta itu, AKPSI dinilai tidak peka terhadap kondisi petani yang saat ini masih merugi karena harga tandan buah segar (TBS) yang anjlok. Ia juga mempertanyakan bagaimana bisa para bupati masih memiliki keinginan untuk memungut harga TBS ketika para petani sedang kesusahan.
"Karena yang duduk di asosiasi tersebut kan para bupati, masa bupati masih mikirin seperti itu di saat rakyatnya. Di saat rakyatnya sedang menangis, di saat rakyatnya sedang susah kok malah sempat-sempatnya menitip memungut 25 perak dari harga TBS petani," tuturnya.
<!--more-->
Permintaan AKPSI itu juga sangat tidak tepat waktunya. Jika para bupati tersebut meminta pungutan setelah harga TBS kembali normal, kata dia, mungkin masih bisa dipertimbangkan.
"Tidak tepat waktunya Pak Bupati, sangat tidak tepat waktunya Pak Ketua. Jika nanti setelah kembali normal bapak mengajukan seperti ini mungkin dapat dipertimbangkan," ucap Gulat.
Ia juga menilai permintaan itu tak tepat disampaikan ke pemerintah pusat karena yang harus diajak bicara adalah petani atau Apkasindo. Jika berbicara dengan pemerintah pusat, kata dia, seharusnya para bupati mendorong strategi yang diusulkan para ahli seperti penurunan beban ekspor.
Di saat seperti sekarang, Gulat menuturkan, seharusnya para bupati ikut prihatin mendorong pemerintah menyelesaikan masalah dengan cara komprehensif, misalnya dengan mengurangi beban-beban berupa pungutan ekspor dan bea keluar.
Baca: Bos Pertamina Cerita Dilema Naikkan Harga Pertamax: Ada Kemungkinan Shifting ke Pertalite
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.