Beli Pertalite Pakai MyPertamina per 1 Juli, Risiko Salah Sasaran Tetap Besar
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 29 Juni 2022 06:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pembatasan konsumsi Pertalite dan Solar dengan aplikasi MyPertamina tetap berisiko pada pemberian subsidi ke salah sasaran.
Sebab, menurut dia, basis data yang digunakan untuk menentukan konsumen yang berhak membeli bahan bakar minyak atau BBM tersebut tidak jelas. Ia menyoroti mulai dari proses verifikasi dan akurasi data penerima jenis BBM penugasan itu masih menyisakan sejumlah celah.
Untuk solar, misalnya, bila pemerintah menargetkan hanya nelayan atau UMKM yang boleh membelinya, seharusnya sudah ada data konsumen yang disasar lengkap dengan nama dan alamat setiap rumah tangga. "Data lainnya yang diperlukan adalah NIK milik nelayan dan pelaku UMKM tersebut," kata Bhima ketika dihubungi, Selasa, 28 Juni 2022.
Sedangkan untuk BBM jenis Pertalite, fase pertama yang perlu dibenahi adalah sinkronisasi data dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Sehingga, yang berhak membeli BBM bersubsidi benar-benar rumah tangga tidak mampu.
"Sekarang pertanyaannya, MyPertamina mau disinkronkan dengan data apa? Belum ada informasi detail nya, karena baru rencana mensinkronkan dengan data kendaraan," ujar Bhima.
Oleh karena itu, ia memperkirakan, pada praktiknya di lapangan, oknum yang tidak berhak mendapat subsidi bisa meminjam nomor induk kependudukan (NIK) atau kendaraan dengan pelat nomor kendaraan berbeda.
Verifikasi di lapangan, menurut Bhima, juga tidak mudah karena petugas harus melayani pembeli sekaligus melakukan pendataan. "Ini akan menambah rumit pengawasan di lapangan," ucapnya.
Sejumlah keruwetan akan muncul menyusul keputusan pemerintah lewat PT Pertamina (Persero) membatasi konsumsi Pertalite dan Solar Bersubsidi. Cara yang ditempuh adalah dengan pembelian BBM bersubsidi menggunakan aplikasi MyPertamina.
<!--more-->
Namun dengan bolong-bolong aturan itu, Bhima tak yakin pemberian subsidi bakal tepat sasaran. "Sangat mungkin yang terjadi justru penggunaan Mypertamina meningkatkan celah untuk menjual kepada pelaku industri atau pihak yang tidak berhak," tuturnya.
Selain ketidaksiapan data yang jadi masalah utama, ia menilai pembatasan subsidi dilakukan saat disparitas harga BBM non subsidi dan subsidi sudah terlampau jauh. Bhima mencontohkan harga Pertamax dan Pertalite kini terpaut lebih dari Rp 4.000 per liter.
Ia menilai waktu ideal membatasi pembelian Pertalite dan Solar Bersubsidi adalah ketika selisih harganya tidak jauh. "Kalau sekarang, pasti banyak yang keberatan karena dipaksa beli Pertamax. Padahal ada 115 juta orang kelas menengah rentan di Indonesia," kata Bhima.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga telah mengumumkan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan per 1 Juli 2022.
Hal itu diumumkan lewat laman subsiditepat.my pertamina.id . Kebijakan itu akan diberlakukan di 11 daerah di lima provinsi.
"Untuk kelancaran pendaftaran, kami mengimbau agar pendaftar adalah konsumen yang berada di wilayah implementasi tahap 1 atau yang sering berpergian ke lokasi tahap 1," dikutip dari keterangan pihak Pertamina dilansir dari laman subsiditepat.mypertamina.id, Selasa, 28 Juni 2022.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution sebelumnya menyebutkan tata cara pembelian dengan mendaftar di MyPertamina agar subsidi yang diberikan bisa tepat sasaran. SPBU yang menjual Pertalite dan Solar harus patuh, tepat sasaran, dan tepat kuota dalam menyalurkan BBM yang disubsidi oleh pemerintah.
RIANI SANUSI PUTRI | BISNIS
Baca: Simak 11 Wilayah yang Wajibkan Beli Pertalite Pakai MyPertamina
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.