Bitcoin Anjlok hingga di Bawah Rp 274 Juta, Apa Saja Pemicunya?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 19 Juni 2022 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Harga Bitcoin jeblok hingga ke bawah level US$ 18.500 atau sekitar Rp 274 jutaan (asumsi kurs Rp 14.830 per dolar AS) untuk pertama kalinya pada Sabtu, 18 Juni 2022 waktu setempat.
Aset kripto itu gagal rebound kembali ke level US$ 20.000 hingga 23.000-an seperti yang telah diperdagangkan secara stabil pada minggu lalu.
Tak hanya Bitcoin, sejumlah aset kripto utama lainnya juga melorot dengan besaran yang lebih kecil. Solana (SOL) misalnya turun 8,6 persen menjadi US$ 29,08, Cardano (ADA) turun 9,1 persen menjadi 44 sen, dan Ripple (XRP) turun 6,1 persen menjadi 30 sen selama 24 jam terakhir.
Situs Coindesk per hari ini Ahad, 19 Juni 2022 pukul 01.30 WIB menunjukkan Bitcoin diperdagangkan di level US$ 18.319 per koin atau merosot hingga 10,8 persen selama 24 jam terakhir. Adapun kapitalisasi pasar Bitcoin longsor menjadi sekitar US$ 350 miliar, atau anjlok 73 persen dari tertinggi sepanjang masa November 2021.
Tren harga Bitcoin ini menunjukkan penurunan tingkat harga yang signifikan yaitu level tertinggi sepanjang masa dari siklus kripto sebelumnya. Padahal pada November tahun lalu, Bitcoin sempat meroket hingga ke level tertinggi US$ 69.044,8 atau sekitar Rp 1,024 miliar.
Bitcoin tercatat secara historis mengalami periode kenaikan harga tanpa gejala yang diikuti oleh penurunan tajam, biasanya terjadi selama beberapa bulan hingga dua tahun. Para pedagang dan spekulan cryptocurrency menyebut periode ini sebagai "siklus" dan sering merujuk pada tingkat harga historis saat menetapkan target harga baru.
Sebelumnya sejumlah pedagang kripto memprediksi Bitcoin tidak akan jatuh di bawah tertinggi siklus sebelumnya. Teori itu bertahan selama periode penarikan 2018, tetapi kemudian teori tersebut dipatahkan oleh siklus penurunan saat ini.
Selama periode kenaikan harga Bitcoin pada 2017, Bitcoin menembus level tertinggi US$ 19.783 pada Desember 2017 sebelum jatuh kembali ke kisaran empat digit hanya satu bulan kemudian.
Sedangkan pada siklus 2013-2014, Bitcoin mencapai titik tertinggi sepanjang masa di US$ 1.127 pada saat itu, level yang berhasil dipertahankan cryptocurrency selama penarikan 2018.
Adapun Bitcoin terperosok ke bawah US$ 20.000 untuk pertama kalinya sejak Desember 2020 akibat tekanan yang semakin dalam di pasar kripto di tengah pengetatan moneter bank sentral.
<!--more-->
Analis pasar senior di Oanda, Edward Moya, menyatakan kekhawatiran resesi yang melonjak melumpuhkan selera untuk aset berisiko. "Dan itu membuat pedagang kripto tetap berhati-hati untuk membeli Bitcoin di posisi terendah ini,” ujarnya.
Sebelumnya bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga utamanya pada 15 Juni sebesar tiga perempat poin atau persentase kenaikan terbesar sejak 1994. Para gubernur bank sentral mengisyaratkan bakal terus menaikkan suku bunga secara agresif tahun ini untuk menjinakkan inflasi.
Kebijakan bank sentral AS tersebut merusak aset berisiko seperti kripto dan berkontribusi pada penurunan hingga 70 persen dalam Bitcoin dari level tertinggi sepanjang masa pada November 2021.
Pasar yang mulai meluncur akhir tahun lalu di tengah ekspektasi The Fed yang kurang akomodatif sekarang menunjukkan tanda-tanda tekanan yang lebih luas. Hal ini terjadi setelah runtuhnya blockchain Terra bulan lalu dan keputusan baru-baru ini oleh pemberi pinjaman kripto Celsius Network Ltd. untuk menghentikan penarikan.
Dana lindung nilai kripto Three Arrows Capital pun menderita kerugian besar dan mengatakan sedang mempertimbangkan penjualan aset atau bailout.
Bahkan ketika Bitcoin menembus level di bawah US$ 20.000, data historis menunjukkan bahwa aset kripto terbesar sebenarnya dapat menemukan dukungan utama di sekitar US$ 20.000. Pasalnya, menurut analis Bloomberg Intelligence Mike McGlone, aksi jual sebelumnya menunjukkan Bitcoin bisa menemukan titik ketahanan.
McGlone berpendapat Bitcoin dapat membangun basis sekitar US$ 20.000 seperti yang terjadi pada sekitar level US$ 5.000 ketika periode 2018-2019 dan US$ 300 pada 2014-2015. "Penurunan volatilitas dan kenaikan harga adalah ciri dari toko digital yang matang nilai,” ucapnya.
Pasar kripto sekarang meluncur jauh dari posisi tertingginya, ketika Bitcoin diperdagangkan mendekati US$69.000 dan para pedagang menuangkan uang tunai ke dalam investasi spekulatif dari semua lini.
BISNIS
Baca: Arcandra Tahar Jelaskan Penyebab Sulitnya Harga Minyak Dunia Stabil
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini