Kasus Rekening Dikuras, BRI Minta Nasabah Jaga Kerahasiaan Data
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Francisca Christy Rosana
Senin, 13 Juni 2022 19:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Aestika Oryza Gunarto mengimbau nasabah BRI berhati-hati dan waspada terhadap berbagai tindak penipuan kejahatan yang mengatasnamakan bank. Imbauan ini menanggapi kasus penipuang bank yang menyebabkan isi rekening nasabah BRI di Padang, Sumatera Barat, terkuras hingga Rp 1 miliar.
Manajemen BRI meminta para nasabahnya waspada bila menerima pesan dalam bentuk apa pun. Oriyza mengatakan nasabah sebaiknya tidak terburu-buru percaya terhadap ajakan maupun isi pesan tersebut.
"BRI mengimbau nasabah tidak menginformasikan kerahasiaan data pribadi dan data perbankan kepada orang lain atau pihak yang mengatasnamakan BRI, termasuk memberikan informasi data pribadi maupun data perbankan (nomor rekening, nomor kartu, PIN, user, password, OTP dan sebagainya," kata Aestika dalam keterangan tertulis yang diterima Senin, 13 Juni 2022.
Dia mengkonfirmasi ada beberapa nasabah BRI yang menjadi korban penipuan. Salah satunya warga di Padang, Pariaman. Sebuah potongan rekaman yang beredar viral menunjukkan bahwa nasabah mendatangi unit kerja BRI dan melaporkan bahwa dirinya menjadi korban penipuan akibat memberikan user, password, dan OTP kepada pihak lain.
Nasabah itu percaya terhadap link maupun tautan yang dibagikan dalam jejaring pesan singkat. BRI, kata Aestika, telah berkoordinasi dengan penegak hukum untuk segera menindak dan menangkap pelaku kejahatan perbankan tersebut dengan melacak IP address.
<!--more-->
Pengamat keamanan digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan dalam kasus tersebut, nasabah salah lantaran telah terpedaya. “Sesuai dengan peraturan penggunaan aplikasi, setiap pengguna seharusnya melindungi kredensial akun dengan sebaik-baiknya dan setiap kerugian karena kredensial yang bocor ini adalah risiko pemilik akun atau pengguna aplikasi,” kata Alfons.
Ia mengingatkan bahwa kejadian ini tidak semata-mata masalah hukum. Namun, menurut dia, perlu ada penelaahan lebih jauh lantaran pengguna Internet banking dan mobile banking mayoritas merupakan awam. Sehingga, Alfons menambahkan, pengamanan oleh bank seharusnya bisa dilakukan lebih maksimal dan disesuaikan dengan risiko setiap rekening.
Alfons kemudian menyampaikan ilustrasi risiko finansial yang secara nominal relatif kecil, seperti e-wallet, dengan limit maksimal Rp 2-10 juta per akun. Perlindungannya, secara teknis, dipandang cukup dengan PIN dan OTP.
Sedangkan untuk kartu e-money dan sejenisnya tidak memiliki pengamanan kredensial. Artinya, siapa pun yang memegang kartu tersebut akan langsung bisa menggunakan dananya. "Pada kartu pembayaran seperti itu tak perlu input kredensial apapun karena alasan kepraktisan, kenyamanan dan kecepatan transaksi lebih diutamakan," katamya.
Lain lagi untuk rekening koran atau rekening tabungan dengan limit transaksi ratusan juta per hari. Dengan risiko finansial yang secara nominal lebih besar, pengamanan yang hanya mengandalkan password, PIN, dan OTP harus ditingkatkan.
Baca juga: Terkini Bisnis: BCA Ungkap Modus Baru Penipuan, Tarif Listrik Naik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini