Perang Rusia - Ukraina, Pengusaha Bersiap Cari Alternatif Gandum dari Australia
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 1 Maret 2022 17:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Produsen makanan berbahan dasar gandum mulai ancang-ancang mencari bahan baku alternatif dari Australia menyusul operasi militer Rusia ke Ukraina. Sebab, bila konflik kedua negara tersebut berlangsung lama, pasokan gandum secara global akan terganggu.
“Yang perlu diwaspadai, semua negara mengincar hal yang sama. Saya kira tidak ada satu orang pun bisa meramalkan (perang) ini lama atau tidak. Semua serba tidak pasti,” ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman saat dihubungi pada Selasa, 1 Maret 2022.
Ukraina merupakan salah satu negara penghasil gandum terbesar yang memasarkan komoditasnya ke seluruh dunia. Pada 2021, sebanyak 26 persen kebutuhan gandum Indonesia diimpor dari Ukraina. Total kebutuhan gandum tahun lalu sebanyak 11,5 juta ton.
Adhi mengatakan para produsen telah menyusun strategi untuk mengantisipasi kelangkaan gandum dalam jangka panjang. Selain mencari alternatif negara pemasok, produsen mulai melirik bahan baku pengganti gandum, seperti umbi-umbian.
“Tapi ini pun tidak bisa 100 persen dan membutuhkan waktu lama untuk melakukan inovasi,” kata Adhi.
Lebih jauh, Adhi berharap invasi Rusia ke Ukraina segera berakhir sehingga tidak menyebabkan rantai pasok global tersendat. Ia menyebut dampak perang terhadap distribusi komoditas tidak akan terlampau dalam jika perang terjadi dalam satu atau dua pekan.
Dia pun memastikan invasi Rusia sampai saat ini belum terlalu berpengaruh terhadap industri. Harga-harga makanan berbahan gandum, kata Adhi, belum mengalami kenaikan. Sebab, industri masih memiliki stok bahan baku maupun barang jadi yang dapat digunakan 1-2 bulan mendatang.
<!--more-->
“Untuk mengubah harga di tingkat konsumen itu kan tidak bisa serta-merta. Kalau perang berlangsung lama, baru ada pengaruh langsung dan tidak langsung. Kita harus menyesuaikan harga,” tutur Adhi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melihat imbas konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina akan turut dirasakan oleh Indonesia. Perang yang menyebabkan suplai komoditas dunia bergejolak bakal memberikan pengaruh terhadap tren perdagangan ekspor dan impor.
“Tentu saja akan mempengaruhi beberapa komoditas utama yang menjadi komoditas utama ekspor dan impor ke Rusia dan Ukraina,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto.
Besarnya dampak invasi Rusia akan terlihat dari neraca perdagangan yang dirilis oleh BPS pada pertengahan bulan mendatang. BPS tidak dapat meramalkan angka ekspor dan impor lantaran lembaga tersebut hanya memotret kondisi berdasarkan angka-angka yang sudah terjadi.
“BPS tidak memprediksi atau berspekulasi,” ucap Setianto. Selain berpengaruh terhadap neraca perdagangan, perang kedua negara bakal memberikan imbas terhadap inflasi.
Musababnya, perang membuat harga komoditas dunia, seperti minyak hingga gandum melambung. “Ketika rilis inflasi bulan selanjutnya akan disampaikan terkait dampak perang,” ucap Setianto.
Baca: Di Depan Jokowi, Ainun Najib Sebut Yakin Talenta Digital RI Masuk 4 Besar Dunia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.