Bila Harga Pertamax dan Pertalite Tak Dinaikkan, Ini Potensi Kerugian Pertamina
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 10 Februari 2022 05:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan memperkirakan PT Pertamina (Persero) bakal harus merugi akibat menjual bahan bakar minyak atau BBM jenis Pertalite dan Pertamax dengan harga yang berlaku saat ini.
“Sangat merugikan bagi Pertamina jika melihat harga jual Pertalite maupun Pertamax saat ini," kata Mamit ketika dihubungi, Senin, 7 Februari 2022.
Pasalnya, dengan tren harga minyak mentah dunia yang terus melonjak tapi tak diikuti dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi itu di dalam negeri, ada selisih harga yang harus ditanggung oleh BUMN migas tersebut.
Dalam hitungannya, kata Mamit, perusahaan pelat merah itu setidaknya harus menanggung kerugian sekitar Rp 4.350 per liter dari penjualan BBM jenis Pertalite yang dijual seharga Rp 7.650 di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Sebagai gambaran, ia menjelaskan, meroketnya harga minyak mentah dunia telah berdampak pada keekonomian harga BBM. Indonesian Crude Price (ICP) per Januari 2022 telah mencapai US$ 85,89 per barel, atau jauh di atas asumsi yang ditetapkan dalam APBN sebesar US$ 63 per barel.
Teranyar, harga minyak dunia sempat melonjak ke level tertinggi dalam tujuh tahun pada akhir perdagangan Jumat pekan lalu. Seperti dilansir Antara, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret naik US$ 2,16 atau 2,4 persen, menjadi menetap di US$ 93,27per barel.
Sepanjang tahun 2021, kata Mamit, Pertamina harus menanggung selisih Rp 2.500 – 3.000 per liter untuk jenis BBM Pertalite dan Pertamax. "Bisa dihitung berapa potensi kerugian yang diperoleh Pertamina sepanjang 2021,” ucapnya.
Sebagai BBM yang masuk ke dalam kategori nonsubsidi, menurut dia, seharusnya Pertalite dan Pertamax dijual dengan harga sesuai keekonomiannya. Namun pemerintah sepertinya enggan menaikkan harga kedua jenis BBM itu agar masyarakat tidak resah.
Bila pemerintah tak kunjung menaikkan harga jual BBM nonsubsidi itu, menurut Mamit, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada Pertamina. "Terutama untuk produk Pertalite, karena saat ini Pertalite menguasai 47 persen dari total konsumsi BBM secara nasional."
<!--more-->
Dengan begitu, kata Mamit, maka status Pertalite bukan lagi sebagai BBM umum, tetapi menjadi BBM penugasan.
Sedangkan, dengan porsi Pertamax yang mencapai 11 persen dari total konsumsi seluruh BBM Pertamina, Pertamax harus dijual sesuai dengan harga keekonomiannya. Adapun Pertamax tetap ada di kategori BBM umum.
Mamit menyebutkan kompensasi ideal yang diberikan pemerintah kepada Pertamina untuk Pertalite adalah sebesar Rp 3.000 – 3.500 per liter. Dengan begitu, ia menilai masyarakat dapat tetap mengonsumsi BBM jenis itu dengan harga terjangkau.
Soal rencana menaikkan harga BBM jenis Pertamax sebelumnya disampaikan oleh Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading Irto Ginting. Ia menyebutkan pihaknya masih mengkaji rencana kenaikan harga Pertamax dan belum bisa memastikan kapan harga baru akan diberlakukan.
"Kami juga melihat tren harga minyak yang masih tinggi," kata Irto, Selasa malam, 8 Februari 2022.
Saat ini harga Pertamax dibanderol Rp 9.000 seliter. Harga Pertamax terakhir naik pada Februari pada tahun 2020 lalu.
BISNIS
Baca: Luhut: Butuh Investasi 123,5 Triliun untuk Program Pensiun Dini PLTU Batu Bara
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.