BPOM Rilis Izin 5 Vaksin Booster, Bagaimana Perbandingan Efikasinya?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 10 Januari 2022 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk lima vaksin sebagai vaksin penguat atau vaksin booster. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BPOM Penny Lukito dalam konferensi pers, pada hari ini, Senin, 10 Januari 2022.
“Pertama adalah Coronavac Covid-19 dari Biofarma untuk booster homolog yang akan diberikan sebanyak satu dosis setelah 6 bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap untuk usia 18 tahun ke atas," kata Penny.
Berikutnya adalah vaksin Pfizer sebagai booster monolog yang akan diberikan satu dosis setelah 6 bulan pemberian vaksin primer lengkap untuk usia 18 tahun ke atas. Lalu ada vaksin AztraZeneca sebagai booster monolog dengan satu dosis kepada subjek dewasa atau 18 tahun keatas.
Vaksin keempat adalah vaksin Moderna untuk monolog dan heterolog booster dengan setengah dosis. Terakhir adalah vaksin Zifivax sebagai booster heterolog dengan primer Sinovac dan Sinopharm di mana meningkatkan antibodi atau imun hingga lebih dari 30 kali.
Berikut deretan fakta dan efikasi kelima vaksin Covid-19 untuk vaksin booster di Tanah Air:
1. CoronaVac
CoronaVac adalah sebuah vaksin inaktivasi terhadap Covid-19 yang menstimulasi sistem kekebalan tubuh tanpa risiko menyebabkan penyakit. Setelah vaksin inaktivasi ini bersentuhan dengan sistem kekebalan tubuh, produksi antibodi terstimulasi.
Dengan begitu, tubuh siap memberikan respons terhadap infeksi dengan SARS-CoV-2 hidup. Vaksin ini mengandung ajuvan (aluminium hidroksida), untuk memperkuat respons sistem kekebalan.
2. Vaksin Moderna
Vaksin Covid-19 Moderna adalah sebuah vaksin berbasis RNA duta (messenger RNA/mRNA) untuk Covid-19. Sel inang menerima instruksi dari mRNA untuk memproduksi protein S-antigen unik SARS-CoV-2, sehingga tubuh dapat menghasilkan respons kekebalan dan menyimpan informasi itu di dalam sel imun memori.
Adapun efikasi menurut uji-uji klinis pada peserta yang menerima dosis lengkap vaksin ini (dua dosis) dan memiliki status awal SARS-CoV-2 negatif adalah sekitar 94 persen dengan median masa pengamatan sembilan minggu.
Semua data yang dikaji mendukung kesimpulan bahwa manfaat yang diketahui dan potensial dari vaksin m-RNA-1273 lebih besar dibandingkan risiko diketahui dan potensialnya.
<!--more-->
3. Vaksin Pfizer
Sedangkan Comirnaty adalah sebuah vaksin berbasis RNA duta (messenger RNA/mRNA) untuk Covid-19 yang diproduksi perusahaan farmasi Pfizer. mRNA menginstruksikan sel untuk memproduksi protein S-antigen (bagian dari protein paku (spike)) yang unik untuk SARS-CoV-2 untuk menstimulasi respons kekebalan.
Dalam uji-uji klinis, efikasi pada peserta dengan atau tanpa bukti infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya dan yang menerima dosis lengkap vaksin ini (dua dosis) diperkirakan 95 persen dengan median masa pengamatan dua bulan.
4. Vaksin AstraZeneca
Berikutnya adalah vaksin ChAdOx1-S/nCoV-19 adalah vaksin vektor adenovirus non-replikasi untuk Covid-19. Vaksin ini mengekspresikan gen protein paku SARS-CoV-2, yang menginstruksikan sel inang untuk memproduksi protein S-antigen yang unik untuk SARS-CoV-2, sehingga tubuh dapat menghasilkan respons imun dan menyimpan informasi itu di sel imun memori.
Efikasi dalam uji-uji klinis pada peserta yang menerima vaksin ini dengan lengkap (dua dosis) di inggris, Brasil, dan Afrika Selatan tanpa memandang interval dosis adalah 61 persen, dengan median masa pengamatan 80 hari, tetapi cenderung lebih tinggi jika interval ini lebih panjang. Data tambahan dari analisis interim atas uji klinis di Amerika Serikat menunjukkan efikasi vaksin 76 persen terhadap infeksi SARS-CoV-2 simtomatik.
5. Vaksin Zifivax
Lalu ada vaksin Zifivax yang merupakan vaksin rekombinan atau sub unit protein. Artinya, platform vaksin ini diambil dari spike glikoprotein atau bagian kecil virus yang akan memicu kekebalan tubuh saat disuntikkan ke tubuh manusia. Ini berbeda dengan jenis vaksin Sinovac yang diambil dari virus yang dimatikan/diinaktivasi.
Adapun proses uji klinis fase III vaksin Covid-19 Zifivax yang dilakukan peneliti Universitas Padjadjaran (Unpad) menghasilkan angka efikasi sebesar 81,51 persen. Dari hasil efikasi ini, BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat terhadap vaksin yang dikembangkan Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical, China tersebut dikutip dari unpad.ac.id.
Peneliti utama uji klinis fase III vaksin Zifivax Unpad dr. Rodman Tarigan, Sp.A(K), M.Kes., menjelaskan, proses uji klinis tersebut mengikutsertakan 2.000 relawan di Bandung dan 2.000 relawan di Jakarta. Tidak hanya berusia 18-59 tahun, relawan yang ikut juga berasal di kelompok usia 60 tahun ke atas.
Rodman menyebutkan efikasi vaksin ini untuk orang berusia 18-59 tahun sebesar 81,51 persen. "Sedangkan di atas 60 tahun efikasinya 87,58 persen,” katanya, Jumat pekan lalu.
Angka efikasi vaksin Zifivax telah melampaui rekomendasi dari WHO, yaitu di atas 50 persen. Selain itu, vaksin ini juga ampuh terhadap varian Covid-19 yang lebih berat, salah satunya varian Delta. Efikasi dari vaksin Zifivax terhadap varian Delta adalah 77,47 persen.
BISNIS
Baca: Petani: Harga Pupuk Nonsubsidi Naik Tidak Wajar sampai 100 Persen
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.