Melihat Cadangan Migas di Laut Natuna Utara di Tengah Adu Klaim RI - Cina
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 4 Desember 2021 07:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Cina meminta Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas (migas) di Laut Natuna Utara—dulu Laut Cina Selatan. Permintaan ini bermula dari klaim Negeri Tirai Bambu terhadap wilayah sembilan garis putus-putus atau Nine Dash Line yang masih menjadi polemik.
Salah satu surat dari diplomat Cina kepada Kementerian Luar Negeri meminta Indonesia menghentikan pengeboran di rig lepas pantai karena berada di wilayah negaranya. Protes Cina terhadap pengeboran di Laut Natuna itu sudah berlangsung lama.
Hak kelola salah satu lapangan gas alam di Natuna, seperti East Natuna, kini berada di tangan PT Pertamina (Persero). Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Rahdi, mengatakan Pertamina tetap melanjutkan pengeboran di wilayah tersebut kendati ada permintaan dari Cina.
Alasannya, Indonesia menganggap East Natuna bagian tak terpisahkan dari Tanah Air. Berdasarkan aturan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNCLOS, zona ekonomi eksklusif ialah wilayah sejauh 200 mil laut dari garis pangkalan tempat lebar laut teritorial diukur. Di perairan itu, Indonesia punya hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi serta konservasi sumber daya alam.
Namun, Fahmy melihat produksi sumur eksisting di East Natuna oleh perusahaan pelat merah cenderung menurun. “Disebabkan East Natuna sudah dieksploitasi bertahun-tahun. Pertamina harus menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumur tersebut atau mulai melakukan eksplorasi sumur-sumur baru di sekitarnya,” kata Fahmy saat dihubungi pada Jumat petang, 3 Desember.
Dia menyebut saat ini Pertamina masih enggan mengeluarkan dana investasi untuk pengembangan wilayah sumur. Padahal ketimbang investasi di hulu migas luar negeri, Fahmy berujar, akan lebih baik Pertamina menanamkan investasi di hulu migas dalam negeri, termasuk di wilayah sekitar East Natuna, yang memiliki potensi cukup besar.
<!--more-->
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada September lalu mengendus adanya keinginan Cina untuk menguasai sumber daya alam di wilayah Laut Natuna Utara. Dugaan ini muncul setelah terdeteksinya kapal riset Cina, Hai Yang Di Zhi 10, di Laut Natuna Utara, yang tertangkap oleh citra satelit dan data sistem identifikasi otomatis (AIS).
“Berbagai sumber menyebut Cina akan mulai mengeksploitasi cadangan migas di Laut Cina Selatan. Kalau ini benar, berarti 1-2 tahun lagi akan terjadi eksploitasi,” ujar peneliti IOJI, Imam Prakoso, 24 September 2021.
Lantas, berapa cadangan migas di Laut Natuna Utara?
Data SKK Migas per September menunjukkan daya produksi minyak di Laut Natuna Utara sebanyak 17.449 barel per hari. Sedangkan produksi gasnya ialah 394 juta standar kaki kubik per hari.
Adapun cadangan gas bumi di Laut Natuna Utara bisa mencapai puluhan trillion cubic feet (TFC). Potensi terbesar berasal dari Blok East Natuna yang jumlahnya 46 TFC. Hingga 2020, volume cadangan bumi itu lebih besar ketimbang di Blok Masela dan Maluku yang hanya 16 TFC.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS | REUTERS
Baca: Cegah Omicron, Begini Pengetatan Perjalanan Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.