Pemerintah Prediksi Harga Minyak Goreng Tahun Depan Masih Mahal, Ini Sebabnya
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 24 November 2021 15:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan memperkirakan harga minyak goreng masih bergerak meningkat hingga tahun depan. Pasalnya, minyak sawit mentah atau CPO sebagai bahan baku dari minyak goreng termasuk ke dalam komoditas yang harganya melambung belakangan ini.
"Ini berpotensi untuk terus bergerak, bahkan kita prediksi sampai kuartal I 2022 masih meningkat terus. Karena termasuk komoditas yang supercycle yang harganya meningkat tajam. Di satu sisi harga supercycle memberi berkah, di sisi lain memberi dampak negatif untuk minyak goreng. Jadi ini naik terus dan ini kemungkinan beranjak naik terus," ujar Oke dalam sebuah diskusi daring, Rabu, 24 Januari 2021.
Untuk itu, Oke berujar bahwa pemerintah sudah berbicara dengan para produsen untuk menginformasikan secara rutin tentang posisi harga minyak goreng setiap waktu. "Harus ada edukasi kepada masyarakat bahwa beberapa komoditas kemungkinan naik."
Oke menyebut ada dua penyebab tingginya harga minyak goreng di pasaran belakangan ini, antara lain faktor global dan faktor di dalam negeri.
"Kenapa harga minyak goreng naik? Pertama, karena faktor bahan baku. Persoalan harga minyak goreng bukan hanya terjadi di Indonesia, ini gejolak global karena pasokan minyak nabati dunia menurun," ujar Oke.
Berdasarkan pantauan Kemendag, harga minyak goreng curah berada di kisaran Rp 17.000 per liter, sementara minyak goreng dalam kemasan di kisaran Rp 17.500 per liter. Tapi di banyak tempat harga minyak goreng masih di atas yang disebut pemerintah tersebut.
<!--more-->
Di Pasar Slipi, Jakarta Barat, misalnya. Harga minyak goreng curah kini berkisar Rp 37.000-38.000 per dua liter. Artinya masih sekitar Rp 19 ribuan per liter.
Oke mengatakan lonjakan harga minyak sawit mentah atau CPO disebabkan oleh turunnya produksi di Malaysia sekitar 8 persen.
Oke mengatakan penurunan produksi juga diperkirakan terjadi di Indonesia. "Dari target 49 juta ton mungkin akan dihasilkan 47 juta ton," ujar dia. Tak hanya minyak berbahan baku sawit, harga minyak kanola juga naik lantaran produksi di Kanada turun sekitar enam persen. Persoalan itu juga diperparah dengan adanya krisis energi di berbagai negara, misalnya Cina, India, dan Eropa.
Penyebab kedua, kata Oke, khusus untuk Indonesia, kebanyakan entitas produsen minyak goreng dan CPO berbeda. Artinya produsen minyak goreng tergantung pada harga CPO. Karena itu, ketika harga minyak sawit mentah melonjak, harga minyak goreng curah dan kemasan sederhana ikut meningkat tajam.
Harga minyak goreng itu jauh melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 11.000 per liter. Menurut Oke, HET itu disusun saat harga CPO di kisaran US$ 500-600 per metrik ton, sementara saat ini harga CPO berada di atas US$ 1.365 per metrik ton.
"Ini berpengaruh langsung karena 435 entitas produsen minyak goreng didominasi ketergantungan pada CPO, karena tidak semua terafiliasi dengan kebun sawit. Sehingga itu yang menyebabkan kenaikan," tutur Oke.
Baca: Simak Aturan Lengkap PPKM Level 3 Natal Tahun Baru, Berlaku Sampai 2 Januari
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.