Garuda Tempuh Opsi Ringankan Utang via Pengadilan, Apa Risikonya?
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 11 November 2021 17:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang menempuh opsi restrukturisasi melalui jalur pengadilan atau in court untuk meringankan utang-utangnya yang senilai US$ 9,8 triliun atau nyaris setara dengan Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.247). Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas perusahaan meyakini peluang keberhasilan skema restrukturisasi ini mencapai 70 persen.
Ketua Masyarakat Hukum Udara Indonesia Andre Rahadian mengatakan sesuai hukum di Indonesia, opsi penyelesaian kewajiban melalui jalur pengadilan merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh selain negosiasi antar-perusahaan. Opsi ini memungkinkan penyelesaian restrukturisasi kewajiban berlangsung lebih cepat.
“PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) menjadi menarik digunakan karena lebih kepada ada batasan waktu prosesnya. Kita tahu maskapai memang sedang berkejaran dengan waktu antara penyelesaian kewajiban dengan kreditur serta operasional dari lembaga usaha,” ujar Andre dalam webinar Kadin, Kamis, 11 November 2021.
Adapun penyelesaian utang melalui pengadilan berlangsung lebih cepat ketimbang opsi negosiasi one on one lantaran terdapat ketentuan mengenai tahapan-tahapan dalam proses hukumnya. Meski demikian, opsi jalur pengadilan memiliki risiko.
Bila dalam prosesnya perusahaan tidak mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan para kreditur, maskapai dapat dinyatakan pailit. “Jadi dalam hal ini, yang krusial adalah mencapai kesepakatan dengan kreditur mengenai penjadwalan atau mekanisme pembayaran kembali utang-utang yang ada,” ujar Andre.<!--more-->
Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto mengatakan maskapai yang sedang menempuh restrukturisasi sebenarnya bisa mencari opsi pembiayaan melalui lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. Namun untuk memperoleh pembiayaan, perusahaan perlu memiliki jaminan berupa aset yang berkelanjutan.
“(Aset) yang sustain ini yang bisa diajukan kepada perbankan kepada lembaga perbankan untuk membiayai modal kerjanya,” ujar Bayu.
Dalam kondisi maskapai sedang mengalami tekanan likuiditas dan kesulitan menjaminkan asetnya, Bayu mengatakan semestinya Otoritas Jasa Keuangan dapat turun tangan. Misalnya melalui pembentukan lembaga finansial untuk membantu sektor-sektor industri transportasi yang terdampak.
“Harus ada itu (lembaga finansial). Kalau perlakuannya kayak sektor industri biasa, tidak akan bisa sektor transportasi memenuhi perannya sebagai penggerak ekonomi,” kata dia.
Baca Juga: Terkini Bisnis: Super Air Jet Buka Rute Jakarta-Yogya, Kisah Nasabah Bumiputera
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.