Krisis Energi Bakal Tingkatkan Permintaan Minyak dan Perlambat Pemulihan Ekonomi
Reporter
Antara
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 15 Oktober 2021 09:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan krisis energi global meningkatkan permintaan minyak sebesar 500 ribu barel per hari (bph) dan dapat memicu inflasi serta memperlambat pemulihan dunia dari pandemi Covid-19.
Harga minyak dan gas alam telah melonjak ke level tertinggi beberapa tahun baru-baru ini, mengirimkan harga listrik melambung ke tingkat rekor karena kekurangan energi yang meluas melanda Asia dan Eropa.
"Rekor harga batu bara dan gas serta pemadaman bergilir mendorong sektor listrik dan industri padat energi untuk beralih ke minyak agar lampu tetap menyala dan operasi tetap berjalan," kata IEA dalam laporan minyak bulanannya, Kamis, 14 Oktober 2021.
"Harga energi yang lebih tinggi juga menambah tekanan inflasi, bersama dengan pemadaman listrik dapat menyebabkan aktivitas industri yang lebih rendah dan perlambatan pemulihan ekonomi."
Akibatnya, permintaan minyak global tahun depan diproyeksikan pulih ke tingkat prapandemi, kata badan yang berbasis di Paris itu.
IEA merevisi perkiraan permintaan minyak tahun ini naik sebesar 170 ribu barel per hari, atau total tambahan 5,5 juta untuk tahun ini, dan sebesar 210 ribu barel per hari pada 2022, atau total penambahan 3,3 juta barel.
<!--more-->
Kenaikan permintaan pada kuartal terakhir menyebabkan penarikan terbesar pada stok produk minyak dalam delapan tahun, katanya, sementara tingkat penyimpanan di negara-negara OECD berada pada titik terendah sejak awal 2015.
"Data sementara Agustus sudah menunjukkan bahwa ada beberapa permintaan bahan bakar minyak, minyak mentah dan sulingan menengah untuk pembangkit listrik di sejumlah negara, termasuk Cina, Jepang, dan Pakistan di Asia, Jerman, dan Prancis di Eropa dan Brasil," kata IEA.
Sementara itu, IEA memperkirakan kelompok produsen OPEC+ akan memompa 700 ribu barel per hari di bawah perkiraan permintaan minyak mentahnya pada kuartal keempat tahun ini, yang berarti permintaan akan melebihi pasokan setidaknya hingga akhir 2021.
Kapasitas produksi cadangan dari grup tersebut akan menyusut dengan cepat, dari 9 juta barel per hari pada kuartal pertama tahun ini menjadi hanya 4 juta barel per hari pada kuartal kedua tahun 2022.
Kapasitas produksi itu terkonsentrasi di segelintir negara Timur Tengah, katanya, dan penurunannya menggarisbawahi perlunya meningkatkan investasi untuk memenuhi permintaan di masa depan.
"Lonjakan pengeluaran untuk transisi energi bersih memberikan jalan ke depan, tetapi ini perlu terjadi dengan cepat atau pasar energi global akan menghadapi jalan bergelombang di depan," kata laporan itu.
Merilis prospek energi tahunan yang mencolok menjelang konferensi iklim utama di Inggris bulan depan, IEA mengatakan pada Rabu (13/10/2021) bahwa pemulihan ekonomi dari pandemi itu "tidak berkelanjutan" dan terlalu banyak berputar pada bahan bakar fosil seperti minyak. Investasi dalam energi terbarukan perlu tiga kali lipat pada akhir dekade jika dunia berharap untuk secara efektif memerangi perubahan iklim, katanya.
Baca juga: Dolar AS Naik Dipicu Kekhawatiran Inflasi setelah Melonjaknya Harga Minyak