Wajib pajak mengantre sebelum dipanggil menuju bilik tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, 31 Maret 2017. Berdasarkan data terakhir DJP Kemenkeu, total harta yang terkumpul dalam pagelaran tax amnesty mencapai Rp4.749 triliun. Harta tersebut terbagi atas deklarasi dalam negeri sebesar Rp3.571 triliun, deklarasi luar negeri Rp1.032 triliun, dan repatriasi Rp146 triliun, serta uang tebusan Rp111 triliun. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai, ketidakkonsistenan pemerintah dalam penerapan tax amnesty berpotensi menurunkan kepatuhan wajib pajak di masa mendatang.
“Sekarang pemerintah tidak konsisten. Tidak ada tindak lanjut hukuman tersebut [di program tax amnesty jilid I], mereka justru mendapatkan kesempatan kedua untuk diampuni,” katanya kepada Bisnis, Kamis, 7 Oktober 2021.
Menurut dia, kembali diberlakukannya tax amnesty akan menurunkan kredibilitas pemerintah. Pasalnya, tax amnesty awalnya diberlakukan hanya untuk satu kali. Namun, pemerintah kembali memberlakukannya pada 2022 mendatang.
Di samping itu, pemerintah dinilai tidak tegas dalam memberikan sanksi kepada wajib pajak yang yang tidak mengikuti tax amnesty, namun didapati tidak patuh pajak.
Oleh karenanya, menurut Piter, pemberlakuan kembali tax amnesty jilid II oleh pemerintah hanya untuk mengakomodasi sebagian pengusaha yang tidak patuh dalam tax amnesty jilid I.
RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI pada hari Kamis. RUU HPP tersebut salah satunya mengatur tentang penyelenggaraan kembali program tax amnesty atau yang disebut dengan program pengungkapan sukarela wajib pajak. <!--more--> Tax amnesty jilid II ini menyasar dua kelompok wajib pajak. Pertama, peserta program pengampunan pajak periode 2016-2017. Kedua, wajib pajak orang pribadi yang memperoleh aset dan belum melaporkannya sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020.
Dalam sidang paripurna DPR RI, Kamis, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyampaikan bahwa program pengungkapan sukarela wajib pajak dijalankan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan menambah pendapatan negara. "Dalam rangka mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak, RUU HPP menerapkan program pengungkapan sukarela atau PPS. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan," katanya.
Pemerintah meyakini upaya memfasilitasi itikad baik wajib pajak yang ingin jujur dan terbuka untuk masuk ke dalam sistem administrasi pajak atau tax amnesty dapat meningkatkan kepatuhan pajak sukarela di masa mendatang.