Soal Tax Amnesty Jilid II sampai Tarif Pajak Naik, Kepala BKF: Tunggu Saja
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 1 Oktober 2021 11:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, belum bersedia berkomentar banyak soal RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru saja disepakati di Komisi Keuangan DPR. Pasalnya, RUU soal pajak ini baru akan diputuskan dalam sidang paripurna DPR minggu depan.
"Mungkin kita tunggu saja sampai minggu depan, kami akan siapkan informasi yang lengkap," kata Febrio dalam konferensi pers virtual, Jumat, 1 Oktober 2021.
Pernyataan ini disampaikan Febrio saat ditanyai soal tahap-tahap pelaksanaan aturan baru dalam RUU ini. Sebab, beleid ini mengubah banyak hal yang aturan perpajakan di tanah air.
Sebelumnya, RUU ini telah disepakati oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi Keuangan DPR dalam pembicaraan tingkat I pada Rabu, 29 September 2021. Mereka juga sepakat RUU ini berubah nama dari sebelumnya RUU Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (RUU KUP).
Anggota Komisi Keuangan Said Abdullah menyebut rapat paripurna untuk pengesahan RUU Pajak ini bakal digelar Selasa, 5 Oktober 2021. "Insyaallah," dia saat ditemui di Gedung DPR, Kamis, 30 September 2021.
Di sisi lain, ada beberapa aturan baru yang bakal dijalankan di RUU ini. Mulai dari penampunan pajak atau tax amnesty atau kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN.
Dinukil dari draf RUU Pajak yang diperoleh Tempo, pada Bab V Pasal 6 termaktub bahwa program tax amnesty ini akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
<!--more-->
Lalu Bab IV Pasal 7 Ayat 1, diatur bahwa tarif PPN yang saat ini sebesar 10 persen akan menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Selanjutnya, tarif tersebut juga akan kembali naik menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Belum ada informasi tambahan yang disampaikan Febrio terkait berbagai aturan baru ini. "Sejauh ini yang bisa kami sampaikan adalah pembahasannya sangat kondusif, berdampak sangat positif bagi ekonomi dan fiskal," kata dia.
Walau demikian, penolakan atas RUU usulan pemerintah ini muncul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Setidaknya ada dua alasan PKS menolak, yaitu terkait PPN dan Tax Amnesty.
Pertama, PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN tersebut. Menurut perwakilan PKS di Komisi Keuangan DPR, Ecky Awal Munawar, Kenaikkan tarif PPN akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional.
Selain itu, PKS juga menolak tax amnesty jilid 2. Sebab, kebijakan ini dinilai akan menunjukan kebijakan perpajakan Indonesia yang semakin timpang dan jauh dari prinsip-prinsip keadilan.
Ecky pun mengingatkan bahwa pada 2016, PKS secara resmi juga telah menolak tax amnesty jilid 1 yang didasari oleh sikap sesuai platform kebijakan pembangunan PKS. "Di mana kebijakan perpajakan adalah menegakkan prinsip keadilan," kata dia.
Hari ini pun, PKS juga bakal kembali menyuarakan penolakan atas RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini. Penolakan itu akan disampaikan di akun YouTube mereka, PKSTV DPR RI pada pukul 13.30 WIB.
Baca: Isi RUU IKN: Kepala Ibu Kota Baru Ditunjuk Presiden, Masa Jabatan 5 Tahun