Ada Skandal EODB, Pemerintah Diminta Ubah Acuan Keberhasilan Iklim Investasi

Sabtu, 18 September 2021 14:55 WIB

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat menerima kunjungan perusahaan teknologi asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Group 42 (G42). ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira meminta pemerintah mengubah indikator target keberhasilan investasi pasca-terkuaknya skandal penyimpangan data tingkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB). Sebelumnya pemerintah menargetkan Indonesia masuk 40 besar peringkat kemudahan investasi berdasarkan skor EODB.

“Misalnya indikator perbaikan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang saat ini masih berada di atas level enam,” ujar Bhima dalam pesan pendek pada Sabtu, 18 September 2021.

Menurut Bhima, ICOR bisa menjadi perbandingan efisiensi investasi antar-negara yang cukup relevan. Selain itu, Indonesia pun dapat mengacu pada indikator lain untuk memperbaiki iklim investasinya, seperti perbaikan ongkos logistik nasional yang masih berada di level 23,5.

Indikator labor productivity atau produktivitas tenaga kerja, ujar Bhima, juga tidak kalah penting untuk meningkatkan daya saing investasi Indonesia. “Tanpa EODB sebenarnya banyak indikator lain yang bisa dijadikan benchmark dalam menarik investasi khususnya investasi langsung,” tutur Bhima.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan skor atau peringkat kemudahan investasi yang dikeluarkan oleh EODB tak memiliki dampak langsung terhadap permodalan di Indonesia. Musababnya, investor tidak akan melihat perbaikan peringkat suatu negara saat akan menanamkan investasi, tapi kondisi langsung yang dirasakan di lapangan.

Advertising
Advertising

“Yang dibutuhkan investor bukan perbaikan peringkat. Mereka butuhkan kemudahan yang riil di lapangan. Bukan di peringkat,” tutur Piter. Piter mengemukakan, saat ini pemerintah dapat berfokus memperbaiki iklim investasi tanpa mengacu pada indikator peringkat lembaga internasional.

<!--more-->

Bank Dunia sebelumnya mengumumkan telah menyetop sementara laporan kemudahan berusaha akibat adanya dugaan skandal yang melibatkan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF). Skandal disinyalir terjadi pada 2018-2020 menurut keterangan resmi Bank Dunia.

"Setelah penyimpangan data Doing Business 2018 dan 2020 dilaporkan secara internal pada Juni 2020, manajemen Bank Dunia menghentikan sementara laporan Doing Business berikutnya dan memulai serangkaian tinjauan dan audit atas laporan dan metodologinya," tulis Bank Dunia pada Jumat, 17 September 2021.

Bank Dunia mengendus adanya permasalahan etika dan akuntabilitas yang dilakukan oleh mantan pejabat lembaga internasional itu danmelakukan evaluasi. Manajemen juga menggelar audit atas laporan-laporan EODB.

Setelah meninjau semua informasi yang dihimpun tentang EODB, Bank Dunia memutuskan mengambil kebijakan menghentikan laporan dan akan menyusun metode anyar untuk mengukur peringkat kemudahan berusaha selanjutnya.

"Grup Bank Dunia tetap berkomitmen kuat untuk memajukan peran sektor swasta dalam pembangunan dan memberikan dukungan untuk membuat peraturan yang mendukung hal ini. Ke depan, kami akan mengerjakan pendekatan baru untuk menilai iklim bisnis dan investasi," tulis Bank Dunia.

BACA: Perusahaan Teknologi UEA Temui Luhut, Gubernur Aceh hingga ke Bali

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Berita terkait

Lowongan Kerja Tergerus AI, Pakar Unair: Pekerja Skill Rendah Semakin Tertekan

4 hari lalu

Lowongan Kerja Tergerus AI, Pakar Unair: Pekerja Skill Rendah Semakin Tertekan

Pakar Unair mewanti-wanti regulator soal bahaya AI terhadap dunia kerja. AI bisa menyulitkan angkatan kerja baru, terutama yang memiliki skill rendah.

Baca Selengkapnya

Pj Gubernur Adhy Lepas Bantuan Logistik untuk Korban Gempa Bawean

26 hari lalu

Pj Gubernur Adhy Lepas Bantuan Logistik untuk Korban Gempa Bawean

Bantuan diangkut menggunakan Kapal Basarnas KN SAR Permadi.

Baca Selengkapnya

Cara Mengirim Hewan Peliharaan Melalui KAI Logistik saat Mudik Lebaran

29 hari lalu

Cara Mengirim Hewan Peliharaan Melalui KAI Logistik saat Mudik Lebaran

PT Kerata Api Logistik (KALOG) membuka layanan pengiriman hewan peliharaan ke kampung halaman saat mudik Lebaran.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Jepang Krisis Tenaga Kerja Hingga Profil Cawapres AS Nicole Shanahan

30 hari lalu

Top 3 Dunia: Jepang Krisis Tenaga Kerja Hingga Profil Cawapres AS Nicole Shanahan

Berita Top 3 Dunia pada Rabu 27 Maret 2024 diawali oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia mengungkap alasan negaranya membuka banyak loker bagi WNI

Baca Selengkapnya

Jepang Krisis Tenaga Kerja, Butuh Banyak Pekerja dari Indonesia

31 hari lalu

Jepang Krisis Tenaga Kerja, Butuh Banyak Pekerja dari Indonesia

Duta Besar Jepang untuk Indonesia mengungkap alasan negaranya banyak membuka lowongan kerja bagi warga negara Indonesia.

Baca Selengkapnya

Jerman Krisis Tenaga Kerja, Minta Pelajar Sopiri Trem

34 hari lalu

Jerman Krisis Tenaga Kerja, Minta Pelajar Sopiri Trem

Jerman sedang mengalami krisis tenaga kerja sehingga meminta anak muda magang menjadi sopir trem.

Baca Selengkapnya

Kenapa Cari Kerja Susah Sekarang? Ini Penjelasannya

36 hari lalu

Kenapa Cari Kerja Susah Sekarang? Ini Penjelasannya

Pertumbuhan ekonomi RI tidak diikuti penyerapan kerja yang optimal.

Baca Selengkapnya

Diduga Rebut Spanduk Protes Emak-emak di Hadapan Jokowi, Apa Fungsi Paspampres?

39 hari lalu

Diduga Rebut Spanduk Protes Emak-emak di Hadapan Jokowi, Apa Fungsi Paspampres?

Sebuah video viral menunjukkan Paspampres merebut spanduk emak-emak di Sumatera Utara. Apa tugas dan fungsi Paspampres?

Baca Selengkapnya

Sandiaga Uno: Nilai Tambah Ekonomi Kreatif Capai Rp 1,4 Triliun

44 hari lalu

Sandiaga Uno: Nilai Tambah Ekonomi Kreatif Capai Rp 1,4 Triliun

Menteri Sandiaga Uno menyebut nilai tambah ekonomi kreatif mencapai Rp 1,4 triliun. Melampaui target.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut Kontribusi UMKM terhadap PDB Capai 61 Persen

51 hari lalu

Jokowi Sebut Kontribusi UMKM terhadap PDB Capai 61 Persen

Jokowi mengklaim kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 61 persen.

Baca Selengkapnya