Presidensi G20, Ini Lima Agenda Prioritas Bank Indonesia
Reporter
Antara
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 15 September 2021 07:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memiliki lima agenda prioritas terkait kerjasama kebanksentralan di Presidensi G-20 Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Perry menyampaikan koordinasi mengenai kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk mendorong ekonomi bersama agar pemulihan ekonomi global bisa lebih seimbang.
Koordinasi ini juga diperlukan agar tidak menimbulkan spill over effect (dampak rambatan) terhadap negara-negara berkembang.
“Koordinasi perlu direncanakan, diperhitungkan dan dikomunikasikan secara baik. Sehingga bisa pulih bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengurangi atau menghilangkan dampak yang tidak diinginkan kepada pada negara berkembang,” kata Perry Warjiyo saat Konferensi Pers G-20 secara daring, Selasa 14 September 2021.
Perry menjelaskan ekonomi global sudah mulai membaik, bahkan negara-negara maju sudah pulih dan mulai merencanakan untuk mengubah kebijakan serta mengurangi stimulus fiskal, moneter dan sektor keuangan.
Namun, negara-negara berkembang masih membutuhkan kebijakan fiskal, moneter hingga sektor keuangan. Oleh karena itu, koordinasi kebijakan moneter dan sektor keuangan menjadi agenda prioritas Bank Sentral.
Agenda kedua adalah koordinasi kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih kuat, recover, dan stronger. Koordinasi tersebut diperlukan karena untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat diperlukan dukungan dari transformasi di sektor riil dan sektor keuangan.
“Jadi tidak hanya untuk pembiayaan dunia usaha di jangka pendek tapi juga jangka panjang, instrumen yang lebih banyak dan juga mekanisme pasar yang bisa mendukung produktivitas dan efisiensi ekonomi dari sektor keuangan,” jelas Perry.
Kemudian agenda ketiga adalah kerja sama di bidang sistem pembayaran di era digital. Perry menjelaskan kerja sama kebanksentralan dalam agenda ini terbagi menjadi dua. Pertama kerja sama mengenai digitalisasi sistem pembayaran antar negara yang akan didorong melalui cross border payment.
<!--more-->
Sehingga sistem pembayaran bisa mengatasi berbagai permasalahan yang berakibat pada penurunan biaya, mempercepat dan mempeluas akses, hingga menghadirkan praktik pasar yang lebih baik.
Kedua, kerja sama di bank sentral mencakup juga inisiasi untuk bank-bank sentral mengeluarkan central bank digital currency (CBDC).
“Ada tiga hal yang akan dibahas, yakni bagaimana CBDC menjadi alat pembayaran yang sah dari suatu negara, bagaimana CBDC tetap mendukung tugas bank-bank sentral di moneter, keuangan, pembayaran dan melayani ekonomi, serta bagaimana CBDC mendukung inklusi dan ekonomi dan keuangan,” jelas Airlangga.
Selanjutnya agenda keempat adalah inisiatif-inisiatif bidang moneter dan sistem keuangan untuk mendukung pembiayaan berkelanjutan atau sustainable finance yang merumuskan cara agar bank sentral bisa mendukung ekonomi dan sektor riil menjadi lebih hijau dan didukung sektor keuangan. Termasuk juga insiatif memperluas dan menerbitkan instrumen yang bisa mendukung ekonomi hijau.
Sedangkan agenda kelima adalah kerja sama dibidang inklusi ekonomi dan keuangan termasuk pembiayaan UMKM secara digital. Perry menyebut, dari sisi bank sentral, dukungan yang akan diberikan melalui sistem pembayaran digital yakni QRIS.
“Kedua, Kebijakan-kebijakan moneter maupun makroprudensial dan sektor keuangan yang mendukung UMKM tentu bisa mendukung inklusi ekonomi dan keuangan. Ketiga, literasi keuangan agar bisa mendukung inklusi keuangan dan ekonomi, khususnya UMKM,” papar Perry.
BACA: Sampai 31 Agustus 2021, Bank Indonesia Beli SBN Rp 137,49 Triliun