Sejumlah Aset Kripto Baru Bermunculan, Bank Indonesia: Ini Disrupsi Nyata
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 18 Juli 2021 14:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menilai transformasi digital sebagai sebuah keniscayaan. Transformasi ini terlihat dari bagaimana banyak perubahan, mulai dari kemunculan teknologi finansial (fintech) hingga uang digital atau kripto seperti Bitcoin.
"Sekarang muncul pemain baru misalnya Libra Facebook (uang digital). Ini disrupsi nyata bahkan untuk bank sentral," kata Erwin dalam webinar Leadership in Digital Era yang diselenggarakan oleh PPM Manajemen, Sabtu, 17 Juli 2021.
Oleh karena itu, Bank Indonesia juga melakukan transformasi digital. Namun dalam prosesnya, lembaga pembuat kebijakan moneter itu perlu dapat menyeimbangkan dari manfaat dan risiko dari transformasi tersebut.
BI, kata Erwin, juga masih merumuskan pembentukan central bank digital currency atau CBDC Rupiah. Saat ini BI telah melakukan kajian CBDC Rupiah untuk melihat potensi dan manfaat mata uang digital. Adapun kajian yang dilakukan meliputi desain, teknologi serta mitigasi risikonya.
CBDC rupiah adalah representasi uang digital yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya.
Dengan bentuk uang digital, CBDC akan diterbitkan dan dikendalikan oleh bank sentral. Dengan begitu, pasokannya bisa ditambah atau dikurangi oleh BI untuk mencapai tujuan ekonomi.
Sebelumnya, Bank Indonesia menyatakan tengah berkoordinasi dengan bank sentral lain, termasuk lewat forum internasional untuk lebih memperdalam kajian penerbitan mata uang digital atau CBDC Rupiah.
Adapun rencana penerbitan CBDC Rupiah oleh BI tersebut dilandasi oleh sedikitinya tiga pertimbangan. Tiga hal itu adalah: sebagai alat instrumen pembayaran yang sah di Indonesia, mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, serta menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis teknologi.
Dalam hal ini, BI menegaskan bahwa CBDC Rupiah perlu dibentengi dengan firewall untuk menghindari serangan siber yang bersifat preventif dan juga resolution. "Nantinya desain dan sistem keamanan harus disiapkan betul sebelum akhirnya Rupiah digital bisa digunakan masyarakat," seperti dikutip dari dari akun Instagram resmi @bank_indonesia, Ahad, 30 Mei 2021.
Adapun dari sisi digitalisasi sistem pembayaran, menurut Erwin, BI juga telah mengupayakan QRIS. Upaya tersebut dilakukan agar dapat mempermudah akses ke ritel hingga UMKM.
Hal itu sebagai wujud bagaimana digitalisasi bank dihubungkan dengan fintech uang elektronik. Bank digital ini nantinya akan terkonteksi dengan Bank Indonesia Fast Payment. "Infrastruktur pembayaran ritel yang real time (tidak berhenti)," kata Erwin.
BISNIS
Baca: Bitcoin Terjun Bebas ke Level Rp 450 Jutaan, Terpukul Sentimen Apa Saja?