BPK Ungkap Masalah Pengelolaan Keuangan Pemerintah ke Jokowi
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 25 Juni 2021 15:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2020, terdapat sejumlah permasalahan yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Meskipun, laporan keuangan pemerintah pusat tersebut mendapat opini wajar tanpa pengecualian atau opini WTP.
"Yaitu sejumlah permasalahan yang diungkap di dalam LHP LKPP 2020 yang mencakup ketidakpatuhan terhadap Ketentuan perundang-undangan dan kelemahan sistem pengendalian intern," ujar Agung di hadapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Jumat, 25 Juni 2021.
Permasalahan yang dimaksud antara lain terkait program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional atau PCPEN, misalnya pemerintah belum menyusun mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP dalam rangka implementasi pasal 13 undang-undang nomor 2 tahun 2020.
Selain itu, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PCPEN tahun 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai dengan ketentuan. Tak hanya itu, ia mengatakan pengendalian dan pelaksanaan belanja program PCPEN sebesar Rp 9 triliun pada sepuluh kementerian dan lembaga tidak memadai.
Berikutnya, penyaluran belanja subsidi bunga kredit usaha rakyat atau KUR dan non-KUR, serta belanja lain-lain Kartu Pra Kerja dalam rangka PCPEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program. Sehingga, terdapat sisa dana kegiatan atau program yang masih belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.
Tak hanya itu, realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp 28,75 Triliun dalam rangka PCPEN juga disebut tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.
Terakhir, Agung mengatakan pemerintah belum mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PCPEN 2020 dan kegiatan PCPEN tahun 2020 yang dilanjutkan pada tahun 2021.<!--more-->
BPK juga mengungkap permasalahan yang tidak terkait dengan program PCPEN antara lain pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp 21,57 Triliun dan US$ 8,26 juta.
"Serta kewajiban negara minimal sebesar Rp 16,59 triliun sesuai basis akuntansi akrual serta saldo piutang kadaluarsa belum diyakini kewajarannya sebesar Rp 1,75 triliun," ujar dia.
Agung juga menuturkan penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja di luar program PCPEN pada 80 Kementerian lembaga minimal sebesar Rp 15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.
Selanjutnya, realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening BUN berupa dana abadi penelitian kebudayaan dan perguruan tinggi sebesar Rp 8,99 triliun dititipkan pada rekening BLU, lembaga pengelola dana pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan.
Persoalan lainnya, kata Agung, adalah penataausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak belum memadai.
Masalah berikutnya, terdapat ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pengadaan tanah PSN oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan laporan hasil verifikasi BPKP. "Terakhir, pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun."
Atas permasalahan-permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada pemerintah agar menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN di tahun yang akan datang.
Baca Juga: Terima Laporan BPK, Jokowi: Defisit APBN Dibiayai Sumber-sumber yang Aman