Pendapatan Anjlok 90 Persen, Bos Garuda Indonesia: Pandemi Hit-nya Gila-gilaan
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 6 Juni 2021 21:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menceritakan kondisi perusahaannya di tengah tekanan likuiditas karena pandemi Covid-19. Irfan mengatakan pendapatan maskapai pelat merah itu pernah anjlok sampai 90 persen selama pagebluk.
“Pandemi ini memang hit-nya gila-gilaan. Kita pernah drop sampai 90 persen,” ujar Irfan kala ditemui Tempo di kantornya, kompleks Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 4 Juni lalu.
Penurunan pendapatan dipengaruhi oleh anjloknya jumlah penumpang. Keadaan ini membuat Garuda merugi. Pada kuartal III 2020, emiten berkode GIAA tersebut mengalami rugi bersih sebesar US$ 1,07 miliar atau Rp 16,03 triliun.
Meski belum memberikan laporan pembukuan hingga kuartal IV 2020, Irfan menggambarkan rata-rata pendapatan Garuda hanya 60 persen dalam setahun. Tahun lalu, pendapatan perusahaan masih ditopang dari sisi pergerakan penumpang pada Januari-Februari atau saat pandemi Covid-19 belum masuk ke Indonesia.
Tak bisa bertumpu pada bisnis penumpang reguler, Garuda sebetulnya telah berbelok mengandalkan penerbangan kargo dan certer. Namun, upaya pun tak cukup menolong keuangan perusahaan. “Tetap saja hasilnya minus,” kata Irfan.
Garuda akhirnya melakukan sejumlah efisiensi, termasuk memangkas jumlah karyawan. Irfan mengatakan perusahaan telah mengurangi lebih dari 20 persen karyawan sejak pandemi Covid-19. Pengurangan dilakukan dalam skema pensiun dini dan percepatan masa kontrak.
<!--more-->
Jumlah karyawan GIAA yang semula 7.878 orang per 31 Desember 2019 menyusut tinggal 5.400 orang pada Juni 2021. Jumlah itu masih akan berkurang karena Garuda tengah membuka opsi pensiun dini tahap kedua yang akan berlangsung Juli 2021 nanti. Irfan mengklaim ada ratusan karyawan yang sudah mendaftarkan diri mengikuti program efisiensi ini.
Irfan menjamin perusahaan akan memenuhi pesangon dan hak-hak lainnya bagi karyawan yang pensiun lebih cepat. Garuda, kata Irfan, telah menyisihkan anggaran pensiun dari dana operasi.
“Kami sisihkan pelan-pelan. (Pensiun dini) efektifnya kami tunggu adanya dana. Jadi bukan yang kita kurangi langsung, misalnya 3.000 (karyawan),” ujar Irfan.
Selain mengurangi karyawan, Garuda sedang mengkaji ulang rute-rute yang tidak profit. Manajemen membuka opsi mengurangi jumlah frekuensi penerbangan domestik, termasuk di rute favorit seperti Bali.
Garuda juga membuka opsi menutup penerbangan rute internasional yang merugi. Perusahaan pelat merah akan berfokus pada layanan domestik. Sebab sesuai data sebelum Covid-19, 78 persen penumpang Garuda merupakan pelanggan rute dalam negeri.
Keuangan Garuda kian memburuk setelah perusahaan menanggung utang yang menumpuk mencapai US$ 4,5 miliar atau Rp 70 triliun. Utang itu diperkirakan bertambah sampai Rp 1 triliun setiap bulan. Garuda juga merugi sebesar US$ 100 juta sebulan.
Karena itu selain mengurangi beban operasional, Garuda tengah menekan masalah keuangan dengan merestrukturisasi utang-utangnya. Saat ini, Garuda tengah melakukan negosiasi dengan sebagian besar dari 36 lessor-nya. “Kami terus me-review. Penting untuk melihat siapa teman, siapa yang enggak,” ujar Irfan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Dirut: Garuda Pangkas Karyawan Lebih dari 20 Persen Sejak Pandemi