Pandemi, Pencadangan BCA Melonjak 50,3 Persen jadi Rp 3,3 Triliun
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 6 Juni 2021 07:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, Hera F. Haryn, menjelaskan bahwa perseroan tetap melakukan pencadangan pada tahun ini sebagai antisipasi selama masa pandemi Covid-19.
Pencadangan tersebut, kata Hera, tetap dilakukan meskipun BCA melihat bahwa perekonomian Indonesia akan membaik tahun ini seiring dengan dimulainya vaksinasi Covid-19.
Menurut Hera, emiten dengan kode saham BBCA tersebut masih akan tetap melakukan pencadangan sebagai langkah antisipasi kualitas kredit ke depannya sejalan dengan pemulihan ekonomi.
"Per Maret 2021, BCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp 3,3 triliun, meningkat 50,3 persen YoY," ujar Hera ketika dihubungi, Jumat, 4 Juni 2021.
Di tengah tantangan saat ini, menurut Hera, BCA tetap optimistis bahwa geliat perekonomian di Indonesia akan bangkit kembali. Hal tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi yang mulai berjalan disertai dengan penerapan protokol kesehatan dan berbagai kebijakan strategis dari regulator dan otoritas perbankan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pemupukan pencadangan pada kuartal pertama tahun ini masih meningkat. Baki cadangan kredit yang diberikan bank umum tercatat Rp 321,71 triliun, naik dari posisi awal tahun Rp 304,17 triliun.
Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual memprediksi pemupukan pencadangan tidak lagi signifikan ke depannya. Kondisi ekonomi yang menunjukkan perbaikan saat ini sudah menurunkan loan at risk perbankan secara signifikan.
Hal tersebut, kata David, mengikuti tren peningkatan ekspor-impor, indeks manufaktur, dan transaksi keuangan masyarakat. "Saya melihat CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) ke depan justru lebih terkendali, mengikuti indikator ekonomi. Cuma memang pencadangan masih akan menjadi pilihan," tuturnya.
<!--more-->
Lebih jauh, menurut dia, perbankan tidak langsung akan melepas cadangan tersebut menjadi laba. "Bagaimana pun pencadangan ini adalah tabungan bagi bank."
David mengatakan strategi pencadangan saat ini juga dipengaruhi oleh implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71. Perbankan juga disebut harus mampu memprediksi kinerja ekonomi lebih dalam perhitungan pencadangan.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja sebelumnya pernah membeberkan panjang lebar soal pandemi dan dampaknya terhadap perseroan di tahun 2020. Kala itu, kata dia, situasi perekonomian dan perkreditan mengalami stagnasi lantaran pandemi Covid-19.
"Contoh konkretnya Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)," ujar dia dalam konferensi pers virtual, Kamis, 15 April 2021.
Biasanya, sebelum pandemi, perseroan bisa mendapat nasabah baru dan permintaan kredit baru sekitar Rp 2,5 triliun per bulan. Namun, pada masa pandemi, KKB anjlok menjadi Rp 90 miliar per bulan, meskipun bisa baik menjadi Rp 200-400 miliar.
Adapun penyaluran KPR hanya Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun. "Turun kurang dari separuhnya," kata Jahja.
Sejak saat itu, kata Jahja, perseroan meminta jajarannya di KKB untuk membuat pergelaran virtual. Ia mengklaim jajarannya itu berhasil membuat event virtual dengan para dealer mobil. Dari kegiatan itu, BCA meliat ada kenaikan kredit menjadi sekitar Rp 1,2-1,4 triliun per bulan setelah adanya kegiatan ini.
BISNIS | CAESAR AKBAR
Baca: Bos BCA: Begitu Virtual Expo, Sebulan Pengajuan Kredit Mobil Capai Rp 5 T