Mahasiswa Indonesia Diduga Jadi Korban Voice Phising di Seoul Korea Selatan
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 2 Juni 2021 18:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -MR, 25 tahun, seorang mahasiswa pascasarjana Indonesia di Sungkyunkwan University, Seoul, Korea Selatan, diduga menjadi korban penipuan voice phising saat menjalani pekerjaan paruh waktunya sebagai kurir.
Akibat kejadian ini, MR, yang merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat, ini ditahan oleh kepolisian setempat.
"Sudah empat bulan lebih ditahan di penjara," kata Sandi, 45 tahun, orang tua dari MR, saat bercerita kepada Tempo di Jakarta, Rabu, 2 Juni 2021.
MR telah menempuh studi sejak September 2019 dengan beasiswa dari Sungkyunkwan University. Selain kuliah, MR bekerja paruh waktu di Seoul sebagai kurir. Profesi ini dijalaninya secara mandiri melalui platform khusus di Facebook, bukan sebagai karyawan perusahaan kurir.
Kejadian bermula sekitar 17 Januari 2021 ketika MR, menerima orderan pengantaran paket lewat panggilan telepon dari seseorang bernama A. Singkat cerita, A meminta MR untuk mengantarkan paket milik B kepada dirinya. "Orang itu (B) mau kasih uang tapi ga mau ketemu," demikian pesan A kepada MR, seperti yang diceritakan Sandi.
Paket tersebut harus diambil di sebuah lokasi yang diberikan oleh A, yang ternyata adalah sebuah rumah. "Anak aku sempat ragu karena harus masuk ke dalam rumah, sementara orangnya ga ada," ujar Sandi. Meski demikian, MR tetap mengambil paket tersebut dan mengirimkan langsung ke tangan A.
Belakangan, B yang memiliki uang tersebut melapor kepada polisi. B mengaku tidak kenal dan tidak pernah ingin mengirimkan uang kepada A. B juga tidak tahu mengapa A mengetahui lokasi tempat paket berisi uang ini berada.
Sehingga empat hari kemudian, pada 21 Januari 2021, MR ditahan oleh polisi dengan pendampingan pengacara negara yang disediakan pemerintah Korea Selatan.
MR sempat memberi tahu polisi soal lokasi keberadaan A saat mengantar paket. Polisi terjun ke lokasi dan tidak menemukan apa-apa. Sebenarnya, bukti percakapan dengan A tertera di ponsel pintar milik MR. Ditahan, MR sempat mengirimkan ponsel pintar tersebut kepada temannya di Seoul yang juga lulusan ITB, G, lewat kurir dengan bantuan pengacara negara.
Tapi ponsel pintar itu hilang begitu saja saat pengiriman dan tak pernah sampai ke tangan G. Walhasil, MR tetap mendekam di penjara dan kasusnya berlanjut ke pengadilan. Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Sandi menyebut kasus voice phising ini memang banyak terjadi di Korea.