Kritik Tax Amnesty Jilid II, Rizal Ramli Dorong Pemerintah Naikkan Gaji PNS
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 27 Mei 2021 16:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik keras rencana pemerintah yang bakal merilis kebijakan pengampunan pajak atau Tax Amnesty Jilid II. Ia menyayangkan kebijakan yang sebelumnya pernah gagal menggenjot penerimaan negara di masa lampau kembali diterapkan.
"Maunya dalam pidatonya itu kan ‘Me-Roket'. Hasilnya sebaliknya, 'Tekor'," kata Rizal dalam siaran pers, Rabu. 26 Mei 2021.
Kebijakan ekonomi yang dipilih pemerintah Jokowi saat ini dinilainya serba terbalik. "Harusnya pompa daya beli golongan menengah bawah, tapi kebijakan kemudahan dan pengurangan pajak untuk yang atas. Manfaat pajak itu dimainkan di pasar spekulatif," ucapnya.
Rizal Ramli menyebutkan, jika pemerintah serius ingin membuat perekonomian nasional meroket, sebaiknya berfokus memompa daya beli masyarakat bawah. Salah satunya bisa dengan menaikkan gaji PNS golongan rendah.
Hal tersebut, kata Rizal, pernah dilakukan di masa Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh minus 3 persen dan pemerintah menaikkan gaji PNS golongan rendah hingga 125 persen.
"Kalau mereka (PNS) punya uang, mereka pasti belanjakan untuk kebutuhan pokok, dengan demikian daya beli masyarakat kembali bergairah. Alhasil, faktanya pertumbuhan ekonomi jadi positif 4,5 persen, berarti ada kenaikan 7,5 persen kurang dari 2 tahun," kata Rizal.
Ia pun berpendapat kebijakan kenaikan gaji PNS golongan rendah di tengah perekonomian yang semakin memburuk akibat pandemi Covid-19 sekarang ini masih sangat relevan untuk kembali diterapkan. Hal ini juga lebih bermanfaat ketimbangmembuka pintu maaf bagi para pengemplang pajak melalui implementasi Tax Amnesty jilid II.
<!--more-->
Saat pernah diterapkan sebelumnya, Tax Amnesty Jilid I, kata Rizal, terbukti gagal mencapai target tax ratio. "Tax Amnesty pertama malah membuat tax ratio makin merosot. Ada Tax Amnesty kedua malah konyol. Pertama aja gagal total," ucapnya.
Sebelumnya, kata Rizal, pemerintah mengklaim pada sembilan bulan pelaksanaan Tax Amnesty jilid I berupa data deklarasi harta senilai Rp 4.884,2 triliun yang Rp 1.036,7 triliun yang diantaranya berasal luar negeri. Selain itu, otoritas pajak juga mencatat adanya repatriasi aset senilai Rp 146,7 triliun dan uang tebusan dari wajib pajak senilai Rp 114,5 triliun.
Tapi faktanya, dari sisi tingkat partisipasi, jumlah wajib pajak yang ikut program Tax Amnesty justru kurang dari 1 juta atau tepatnya hanya 973.426 wajib pajak. Jumlah itu hanya 2,4 persen dari wajib pajak yang terdaftar pada tahun 2017 yakni pada angka 39,1 juta.
Sementara itu untuk uang tebusan, dengan realisasi Rp 114,5 triliun ternyata masih di luar ekspektasi pemerintah yang sebelumnya berada pada angka Rp 165 triliun. Realisasi repatriasi juga sama, dari janji yang dalam pembahasan di DPR sebesar Rp 1.000 triliun, otoritas pajak ternyata hanya bisa merealisasikan sebesar Rp 146,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan Tax Amnesty II akan berbeda dengan sebelumnya. Soal pengampunan pajak itu akan masuk ke dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP).
"Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, kami menyadari bahwa sudah ada tax amnesty waktu itu dan sebetulnya dari tax amnesty itu sudah ada rambu-rambu mengenai compliance yang harus tetap kami lakukan," katanya, dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR pada Senin, 24 Mei 2021.
Menurut Sri Mulyani, selain rambu-rambu atau landasan hukum itu, juga ditambah dengan penggunaan data automatic exchange of information atau AEoI dan akses informasi pajak sejak 2018 untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
"Akses informasi untuk 2018, terhadap beberapa ribu wajib pajak yang kami follow up dan kami akan lakukan dan nanti pasti menggunakan pasal-pasal yang ada di tax amnesty," ujar Sri Mulyani. Rambu-rambu itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
BISNIS | FAJAR PEBRIANTO
Baca: Indef Ingatkan Jokowi: Tax Amnesty Jilid II Bisa Jadi Blunder Penerimaan Negara