Terkini Bisnis: Utang Garuda hingga Raibnya Dana Nasabah Bank Mandiri
Reporter
Tempo.co
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 23 Mei 2021 18:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Berita terkini ekonomi dan bisnis sepanjang Ahad siang, 23 Mei 2021, dimulai dari utang Garuda dikabarkan mencapai Rp 70 triliun hingga Bank Mandiri menanggapi raibnya uang nasabah Rp 178 juta.
Adapula berita tentang tax amnesty jilid II dinilai hanya memanjakan pengusaha kelas atas dan soal Cina akan menindak penambangan bitcoin dan aktivitas perdagangan.
Berikut empat berita ekonomi dan bisnis sepanjang Ahad siang:
1. Utang Garuda Dikabarkan hingga Rp 70 Triliun
Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tak kunjung membaik pada 2021. Bahkan, maskapai BUMN itu mencatatkan utang hingga Rp 70 triliun.
Menurut berita Bisnis yang mengutip Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam pernyataannya kepada karyawan perusahaan mengatakan emiten penerbangan pelat merah ini dalam kondisi berat secara finansial.
Irfan mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang sebesar Rp 70 triliun atau US$ 4,9 miliar. Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp 1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.
"Saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp 41 triliun," paparnya dikutip Bisnis, Minggu, 23 Mei 2021.
Garuda Indonesia juga akan melakukan restrukturisasi bisnis yang mencakup pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen. Upaya tersebut perlu dilakukan guna mengatasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi virus corona. Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut adalah melalui pengurangan armada pesawat yang operasional.
“Kami memiliki 142 pesawat dan menurut perhitungan awal terkait dampak pemulihan saat ini, GIAA kemungkinan akan beroperasi dengan tidak lebih dari 70 pesawat,” ujarnya.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
2. Tax Amnesty Jilid II Dinilai Hanya Manjakan Pengusaha Kelas Atas
Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi H Amro menilai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) jilid II yang kini tengah menjadi wacana di tengah masyarakat, hanya memanjakan pengusaha kelas atas, sehingga tidak perlu diteruskan.
"Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu 23 Mei 2021.
Menurut dia, kebijakan amnesti pajak jilid II itu kurang tepat karena APBN masih dalam kondisi minus sehingga pemasukan dari pajak seharusnya digenjot, bukannya dipangkas.
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kemenkeu per akhir November 2020, penerimaan negara tercatat Rp 1.423 triliun sementara belanja negara mencapai Rp 2.306,7 triliun.
"Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih minim sementara belanja melonjak," ujar Fauzi.
Selain itu, ujar dia, rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun dari 13,3 persen pada 2008 menjadi 9,76 persen pada 2019, dan pada Maret 2021 hanya 7,32 persen, yang dinilai merupakan rasio yang rendah sejak era Orde Baru.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
3. Cegah Risiko Keuangan, Cina Tindak Penambang dan Perdagangan Bitcoin
Komite Stabilitas dan Pengembangan Keuangan Dewan Negara menyatakan Cina akan menindak penambangan bitcoin dan aktivitas perdagangan sebagai bagian dari upaya untuk menangkis risiko keuangan.
"Negara juga akan menekan aktivitas ilegal di pasar sekuritas, dan menjaga stabilitas pasar saham, obligasi, dan valas," kata komite itu dalam pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Cina Liu He yang dikutip dari Reuters, Jumat, 21 Mei 2021.
Pernyataan tersebut muncul hanya beberapa hari setelah tiga badan industri Cina memperketat larangan bank dan perusahaan pembayaran yang menyediakan layanan terkait kripto, menandai peningkatan tajam pergerakan terhadap mata uang virtual.
Liu adalah pejabat Cina paling senior yang secara terbuka memerintahkan tindakan keras terhadap bitcoin, dan ini adalah pertama kalinya dewan negara secara eksplisit menargetkan aktivitas penambangan kripto.
Langkah tersebut merupakan upaya perlindungan kepada investor dan pencegahan pencucian uang yang menjadi perhatian khusus pemerintah dan regulator keuangan. Di mana mereka bergulat dengan apakah dan bagaimana harus mengatur industri cryptocurrency.
Adapun harga Bitcoin turun tajam selama beberapa pekan dan longsor lebih dari 15 persen. Penurunan juga dialami aset kripto lain, Etherium.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
4. Rp 128 Juta Raib, Bank Mandiri Duga Nasabah Jadi Korban Penukaran Kartu Debit
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mengklaim tidak dapat menggantikan dana Rp 128 juta yang dilaporkan hilang oleh salah satu nasabahnya. Perseroan pun prihatin dan menyesalkan kejadian kehilangan tersebut.
"Kami ikut prihatin dan menyesalkan kejadian kehilangan tersebut. Namun, Bank Mandiri tidak bertanggung jawab dan tidak dapat memberikan penggantian atas dana yang hilang tersebut," papar Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Atturidha kepada Bisnis, Minggu, 23 Mei 2021.
Rudi mengakui perseroan mendapat laporan kehilangan dana nasabah a.n. Asrizal Askha. Kendati demikian, perseroan tak dapat mengganti lantaran investigasi internal, yang menyebutkan transaksi tersebut adalah sah dengan Kartu Mandiri Debit dan PIN yang sesuai.
Rudi memaparkan sesuai rekaman pengaduan nasabah ke call center 14000, BMRI memperkirakan nasabah telah menjadi korban kejahatan dengan modus penukaran kartu debit dan penguasaan PIN, karena kartu debit yang dipegang nasabah berbeda dengan kartu debit yang terdaftar di Bank Mandiri.
Sedangkan kartu yang dipakai bertransaksi tidak lagi dalam penguasaan nasabah. Perseroan juga telah menyampaikan dan menindaklanjuti permasalahan tersebut kepada nasabah dan pihak terkait lainnya.
Baca berita selengkapnya di sini.