Harga Bitcoin Kembali Turun Jadi Rp 729,6 Juta, Sentimen Kenaikan Pajak Amerika?
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Minggu, 25 April 2021 11:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Harga Bitcoin kembali terperosok 1,77 persen menjadi US$ 50.269,9 atau Rp 729,6 juta (asumsi kurs Rp 14.514) pada Sabtu, 24 April 2021. Uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia ini turun sekitar US$ 906,75 dari penutupan sebelumnya.
“Bitcoin dan cryptocurrency lainnya mengalami kerugian besar pada hari Jumat di tengah kekhawatiran rencana Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk menaikkan pajak capital gain akan mengekang investasi dalam aset digital,” tulis laporan Reuters, Sabtu, 24 April 2021.
Posisi Bitcoin pada akhir pekan ini terhitung merosot 22,5 persen dari level tertingginya di 2021 sebesar US$ 64,8 pada 14 April lalu. Selain Bitcoin, Ether, koin yang terhubung dengan jaringan ethereum blockchain, juga turun 4,91 persen menjadi US$ 2.253,41 atau Rp 32,7 juta pada hari yang sama.
Meski demikian, sejumlah analis memprediksi penurunan harga uang kripto bersifat sementara. Musababnya, perusahaan retail telah melihat uang kripto sebagai instrumen investasi yang sah. Kondisi tersebut mendorong terjadinya peningkatan tren transaksi investasi saham online dan pembelian mata uang kripto oleh investor retail.
Pada pekan lalu, Ahad, 18 April, harga Bitcoin juga terbanting hingga 14 persen ke level US$ 51.541 atau sekitar Rp 750,7 juta (asumsi kurs Rp 14.566 per dolar Amerika). Padahal sepanjang pekan sebelumnya harga aset koin digital itu melonjak hingga mendekati US$ 65 ribu atau sekitar Rp 947 jutaan.
Situs CoinmarketCap menunjukkan terjadinya aksi jual Bitcoin dikarenakan blackout di di areal tambang Bitcoin di Xinjiang, Cina. Hal ini yang dinilai sebagai salah satu pemicu penurunan harga.
<!--more-->
Kemudian dua pekan sebelumnya, Bitcoin sempat terpukul oleh kebijakan bank sentral Turki yang melarang jual beli cryptocurrency dan aset kripto. Ada juga sentimen dari laporan online yang menyebutkan bahwa penurunan itu terkait dengan kekhawatiran Departemen Keuangan Amerika akan menindak pencucian uang yang dilakukan melalui aset digital.
Investor saham, Lo Kheng Hong, membagikan pandangan pribadinya terhadap uang kripto sebagai instrumen investasi. Ia mengaku tidak ingin membeli Bitcoin meski ada peluang harganya bisa terus melesat. Sebab, ia yakin bahwa saham adalah pilihan yang paling tepat sebagai alat investasi.
"Saya tidak mau membeli Bitcoin, meskipun dia naik terus. Itu bukan rejeki saya. Itu buat orang lain," kata Lo Kheng Hong seperti dikutip dari video pendek hasil wawancaranya dengan Lukas Setia Atmaja di Instagram @Lukas_setiaatmaja , Jumat, 23 April 2021.
Keyakinannya lebih memilih saham ketimbang uang kripto, seperti Bitcoin, didasari oleh adanya kenaikan harga suatu aset. "Kalau saya membeli saham, ada underlying asset-nya. Ada perusahaannya, ada perusahaan yang bisa produksi, ada aset terlihat," ujar Lo. "Nah, Bitcoin underlying asetnya apa?" Meski demikian, ia tak mempersoalkan pihak-pihak yang tetap membeli uang kripto.
BACA: Hype Uang Kripto, BI Imbau Masyarakat Hati-hati: Kecuali Mau Spekulasi, Silakan
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | REUTERS | TIM TEMPO