Kritik Aturan Kemenaker Soal Pembayaran THR, Serikat Pekerja: Tidak Masuk Logika
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 13 April 2021 12:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengkritik aturan Kementerian Ketenagakerjaan soal tunjangan hari raya atau THR Lebaran 1442 Hijriah yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor M/6/HK.04/IV/2021. Ketentuan dalam surat itu dinilai memberikan ketidakpastian bagi pekerja maupun pengusaha.
“Surat edaran yang ditandatangani pada 12 April 2021, khususnya yang terkait dengan perusahaan yang terdampak Covid-19 sehingga tidak mampu membayar THR 2021 sesuai waktu yang ditentukan, menimbulkan ketidakpastian dan tidak masuk logika berpikir yang normal,” ujar Timboel dalam keterangannya, Selasa, 13 April 2021.
Salah satu poin surat itu menyebutkan bahwa perusahaan yang masih terdampak Covid-19 dan tidak mampu memberikan THR sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan diminta melakukan dialog dengan pekerja atau buruh untuk mencapai kesepakatan.
Dialog dilaksanakan sesuai kesepakatan dan iktikad baik. Kesepakatan pun dibuat secara tertulis dan memuat waktu pembayaran THR paling lambat H-1 sebelum hari raya tiba.
Timboel mengatakan kewajiban pembayaran THR hingga H-1 bagi perusahaan diperkirakan bakal menimbulkan masalah bagi buruh. Sebab pada H-1 Lebaran, umumnya manajemen dan perkantoran sudah libur. Pengawasan terhadap kewajiban pembayaran THR pun dikhawatirkan menjadi kendor.
<!--more-->
Selain itu, buruh tidak memiliki waktu untuk berbelanja mempersiapkan makan minum serta kebutuhan untuk hari raya. Walhasil, dana THR berpotensi tidak dibelanjakan sehingga harapan pemerintah untuk mendongkrak konsumsi masyarakat tidak tercapai.
Di samping itu, klausul tentang tenggat pembayaran THR dinilai membingungkan dan sulit dilaksanakan oleh perusahaan. Sebab, ketentuan itu hanya mengubah waktu pembayaran dari H-7 ke H-1 serta tidak membuka ruang bagi perusahaan yang tidak mampu untuk mencicilnya.
“Bagaimana logika berpikir yang dibangun dalam SE ini, bila perusahaan tidak mampu membayar THR pada H-7 karena terdampak Covid dan tidak diberi ruang mencicil, diwajibkan membayar THR di H-1. Saya kira perusahaan akan sangat sulit mencari dana dalam waktu enam hari,” ujar Timboel.
Adanya pergeseran waktu pembayaran THR dari H-7 ke H-1 diduga membuka peluang pengusaha mengemplang pembayaran kewajiban semakin besar. “Kalau hanya mengubah waktu pembayaran dari H-7 ke H-1 maka poin-poin lainnya dalam aturan akan relatif percuma, mengingat akan ada kesulitan perusahaan yang terdampak Covid-19 untuk membayar THR pada H-1,” katanya.
Timboel mensinyalir surat edaran ini hanya dibuat sebagai jalan tengah lantaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mewajibkan perusahaan membayar THR kepada pekerja secara penuh atau tidak boleh dicicil. “Ini salah satu prestasi buruk Menteri Ketenagakerjaan yang gagal memberikan kepastian bagi pekerja untuk mendapatkan THR,” katanya.
Baca: Jawab Protes Pekerja Soal Upah Dipotong, KFC: Berlaku untuk Semua