TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Fast Food Indonesia Tbk, Justinus Dalimin Juwono, menjawab protes yang dilancarkan oleh sejumlah pekerja restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken atau KFC terkait pemotongan upah. Fast Food tak lain adalah pemegang hak waralaba tunggal untuk merek KFC di Indonesia.
Justinus menegaskan semua kebijakan yang diambil perusahaan telah disepakati dengan SPFFI, perwakilan dari mayoritas pekerja KFC, sejak Januari 2021. Kesepakatan ini, kata dia, telah didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan diberitahukan ke lebih dari 200 dinas ketenagakerjaan kota dan kabupaten di Indonesia.
"Sehingga, kesepakatan berlaku untuk seluruh pekerja di perusahaan," kata Justinus saat dihubungi pada Senin, 12 April 2021.
Sebelumnya di hari yang sama, protes dilancarkan oleh sejumlah pekerja yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) SB PT Fast Food Indonesia Tbk. Dalam keterangannya, SPBI menyebut perusahaan mengeluarkan sejumlah kebijakan dengan alasan pandemi Covid-19 pada April 2020.
Salah satunya yaitu pemotongan upah sebesar 30 persen sejak April 2020. Lalu, SPBI juga protes karena perusahaan membayar THR tidak sesuai dengan ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) KFC, serta menunda pembayaran upah lembur buruh.
Antony Matondang, salah satu koordinator SPBI membenarkan adanya kesepakatan pada Januari 2021 ini. Tapi hanya SPFFI saja yang sepakat dengan manajemen untuk pemotongan upah dan lain-lain, sementara SPBI tidak. Menurut dia, SPFFI dan SPBI adalah dua kelommpok yang berbeda di tubuh karyawan KFC.
Tapi, kata Antony, manajemen kemudian memukul rata kebijakan pemotongan upah 30 persen itu untuk semua karyawan. Termasuk bagi para karyawan di SPBI yang tidak setuju. Bagi dia, kebijakan pukul rata pemotongan upah semacam ini bertentangan dengan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Baca Juga: Pekerja KFC Teriak Upah Dipotong: Kebijakan Tak Sesuai Keuntungan Bisnis