Insentif Pajak Membuat Harga Daging Kerbau Malaysia Lebih Murah dari RI
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 30 Maret 2021 16:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia atau National Meat Processor Association (Nampa) Ishana Mahisa menyatakan, harga daging kerbau dari bulan Oktober 2020 sampai 29 Maret 2021, telah naik dari Rp 52.000 per kilogram menjadi Rp 68.000 per kilogram atau naik 31 persen.
Isha mengatakan produk daging kerbau yang sama, di supermarket yang sama, harga di Indonesia lebih mahal sekitar Rp 20.000 per kilogram dibandingkan harga di Malaysia.
"Jadi harga daging kerbau saat ini naik banyak dan mahal, padahal diimpor oleh badan usaha milik negara (BUMN). Ini harus dicari solusi bersama jangan sampai masyarakat terbebani menjelang lebaran," ujar Isha dalam keterangan tertulis, Selasa, 30 Maret 2021.
Menurut Isha, di Malaysia Inflasi harga daging India tahun 2016 sampai 2021 praktis tidak ada kenaikan berarti. "Tidak ada pengenaan pajak untuk pemasukan daging karena mengejar keterjangkauan harga dan protein. Fokus pada pengembangan industri dengan menjamin ketersediaan bahan baku dengan harga kompetitif," ucapnya.
Sedangkan di Indonesia, menurutnya, pemerintah belum secara maksimal menerapkan praktik Good Corporate Gorvernance kebijakan pemasukan daging. Inflasi harga daging India keperluan industri dalam kurun waktu 5 bulan, kata dia, sudah naik 27 persen dan tidak ada satupun institusi yang bisa menahan.
<!--more-->
"Konsumsi daging merah masih terbatas, namun harga pembelian di dalam negeri jauh lebih tinggi dengan harga internasional," tutur Isha.
Apabila dibandingkan, kata Isha, harga daging kerbau, daging keperluan konsumen Malaysia 17 persen lebih murah ketimbang Indonesia. Sedangkan, daging industri trimming atau slice antara Malaysia dengan Indonesia selisihnya di atas 50 persen. "Perlu deregulasi kebijakan untuk pemasukan kebutuhan industri."
Padahal, Ia menambahkan, daging kerbau India untuk industri seharusnya dijaga agar tidak naik saat pandemi sehingga produksi dapat terus berjalan. Pengusaha, menurut dia, mau berinvestasi karena ada kepastian bahan baku dengan harga yang stabil serta penciptaan lapangan kerja. Dengan demikian kenaikan harga mendekati 30 persen harusnya sudah menjadi hal yang luar biasa.
"Industri memerlukan kepastian pasokan bahan baku dan juga kestabilan, kita kalah jauh dengan Negara Jiran yang menurut Kilang Pemproses Daging yang berlokasi di Taman Medan Selangor Malaysia membeli daging kerbau jenis slice dan atau trimming dengan harga sekitar Rp 41.000," tuturnya.
Ketua Bidang Kemaritiman, Pertanian, Kehutanan & Lingkungan Hidup Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Robert Muda Hartawan mengatakan, pemerintah melibatkan para pelaku usaha rumah potong hewan (RPH) segera melakukan uji empiris untuk menghitung angka konversi yang lebih tepat dari ternak ke daging, dengan melakukan proses uji penyembelihan berbagai jenis sapi maupun kerbau secara bersama-sama.
<!--more-->
Robert berharap, Bulog dapat mempercepat proses importasi dan segera melibatkan para mitra distributor untuk merencanakan distribusi daging kerbau ke masyarakat sampai Lebaran nanti.
"Hal ini penting untuk mengantisipasi kenaikan harga berlebihan, serta pikiran negatif terhadap Bulog dan mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat," ujar Robert.
Menurut Robert, cara paling efektif untuk menurunkan harga daging sapi dan kerbau yaitu dengan menjamin ketersediaan pasokan dan stok. Artinya, stok tersebut harus jangka pendek dan panjang. Jika pasar melihat pasokan dan stok lancar, maka ada respon positif.
BACA: Asosiasi Beberkan Sebab Harga Daging Kerbau RI Lebih Mahal dari Malaysia
CAESAR AKBAR