Ketika BI Gemas Bunga Kredit Bank Belum Turun Ikuti Suku Bunga Acuan
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 25 Maret 2021 16:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Yanti Setiawan gemas dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan yang belum turun mengikuti penurunan suku bunga acuan BI atau BI 7 Day Reverse Repo Rate.
"Kami juga sama-sama gemas," kata Yanti dalam pelatihan wartawan BI secara virtual, Kamis, 25 Maret 2021.
Dia mengatakan BI secara rutin mempublikasi asesmen transmisi suku bunga kebijakan kepada SBDK Perbankan. Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, publikasi asesmen transmisi suku bunga kebijakan kepada SBDK Perbankan bertujuan untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen, baik korporasi maupun individu, guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan.
"Tetapi memang kami lihat publikasi itu sendiri memang belum sepenuhnya membentuk pola perilaku suku bunga di perbankan secara lebih efektif. Karena memang market leader dan market follower-nya memang gap-nya agak jauh," ujar Yanti.
Dia menuturkan respons SBDK masih belum sepadan dengan penurunan Suku Bunga Kebijakan Bank Indonesia (BI-7DRR). Penurunan BI-7DRR sebesar 125 basis poin dari Januari 2020 hingga Januari 2021, diikuti oleh penurunan SB deposito sebesar 189 bps. Namun SBDK hanya turun sebesar 78 bps pada periode yang sama.
Berdasarkan komponen SBDK, kata dia, terlihat bahwa peningkatan justru terjadi pada margin keuntungan. Hal ini mengindikasikan adanya upaya bank menahan potensi penurunan kinerja profitabilitas sebagai dampak dari menurunnya fungsi intermediasi akibat pelemahan ekonomi.
<!--more-->
BI, kata dia, masih mengkaji aturan agar perbankan bisa mengikuti pergerakan suku bunga acuan BI dari sisi bunga kredit. Namun, dia melihat suku bunga kredit dipengaruhi oleh urusan internal perbankan dan eksternal. Faktor internalnya di mana suku bunga terbentuk berdasarkan kondisi, karakteristik, bisnis model, dan sebagainya, termasuk size atau skala ekonomi bank. Dan ada faktor eksternal, yaitu makro ekonomi.
"Keduanya tidak mudah untuk kita lakukan aturan untuk meminta bank menurunkan (suku bunga kredit)," kata dia.
Dia kembali menekankan bahwa dengan dorongan dari publikasi asesmen SBDK itu, perbankan punya responsibility terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Jadi beban dari kondisi ekonomi kita yang sekarang melemah, kita ingin share tidak hanya pemerintah dan otoritas, tapi juga perbankan juga ikut tanggung renteng terhadap ini, salah satunya tercermin dari suku bunga yang lebih akomodatif terhadap kondisi ekonomi," ujarnya.
Langkah itu, kata Yanti, cukup efektif kalau dilihat pada Februari 2021. Di mana ada bank-bank yang langsung mau menurunkan suku bunga kreditnya, seperti bank Badan Usaha Milik Negara.
Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN memangkas bunga hingga 270 basis poin untuk memacu pergerakan ekonomi sejalan dengan arahan pemerintah dan regulator keuangan. Berdasarkan laporan SBDK yang dilansir Bank BTN, perseroan memangkas bunga di seluruh segmen kreditnya. SBDK kredit pemilikan rumah(KPR) mencatatkan penurunan bunga tertinggi sebesar 270 bps.
<!--more-->
Plt. Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan penurunan suku bunga tersebut sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mencanangkan 2021 sebagai tahun pemulihan ekonomi nasional. Penurunan ini juga mengikuti pergerakan BI 7-Day Reverse Repo Rate yang terus turun ke level 3,5 persen.
“Penurunan bunga ini kami harapkan dapat membantu meningkatkan permintaan kredit khususnya di sektor perumahan. Apalagi, sektor perumahan memiliki multiplier effect ke 174 sektor lain sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian nasional,” kata Nixon dalam keterangan resmi, Selasa, 9 Maret 2021.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk juga menurunkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) mulai 28 Februari 2021 untuk seluruh segmen (Korporasi, Ritel, Mikro, KPR dan non-KPR) dengan penurunan yang signifikan atau sebesar 150 bps hingga 325 bps.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa kebijakan penurunan suku bunga kredit yang dilakukan BRI ini merupakan bagian dari upaya untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, seiring berlanjutnya tren penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.
Bank Mandiri juga menurunkan SBDK untuk seluruh segmen dengan kisaran 25-250 bps. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan langkah ini merupakan respons perseroan terhadap kebijakan pemerintah dan regulator serta bukti nyata dukungan kepada upaya pemulihan ekonomi nasional.
"SBDK akan menjadi acuan suku bunga kredit kepada debitur. Suku bunga yang dikenakan kepada debitur akan memperhitungkan estimasi premi risiko yang dapat berbeda-beda berdasarkan tingkat risiko kredit masing-masing debitur," kata Darmawan dalam keterangan tertulis, Rabu malam, 3 Maret 2021.
<!--more-->
Menurutnya, seiring penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia, inisiatif ini diharapkan dapat menjadi stimulan yang efektif bagi masyarakat. Khususnya pelaku usaha, untuk meningkatkan pembiayaan baru.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) juga memangkas suku bunga kredit. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengungkapkan hal itu dilakukan demi merangsang percepatan pertumbuhan kredit tahun 2021.
Di awal 2021, BNI telah melakukan penyesuaian bunga kredit sejalan dengan bunga acuan. Untuk Kredit Konsumsi Non KPR per 28 Februari 2021, suku bunga dasar kredit (SBDK) BNI ditetapkan 8,75 persen telah turun dibandingkan akhir Desember 2020 yaitu 11,7 persen. Begitu juga untuk Kredit KPR ditetapkan 7,25 persen turun dibandingkan posisi akhir 2020 yaitu 10 persen.
BNI juga menurunkan SBDK untuk Kredit Ritel menjadi 8,25 persen atau lebih rendah dibanding posisi akhir Desember 2020 yaitu 9,8 persen. Begitu juga SBDK Kredit Korporasi yang ditetapkan menjadi 8,0 persen atau turun dibandingkan posisi Desember 2020 yaitu 9,8 persen.
Yanti mengatakan Bank Indonesia akan terus melihat perkembangan suku bunga kredit perbankan beberapa waktu ke depan. "Kalau memang dirasa cukup efektif, tentu saja ini akan menjadi suatu tren baru di mana antara otoritas dengan industri itu tidak perlu selalu dengan peraturan," kata Yanti.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Bos BI: Kami Mohon Perbankan Juga Turunkan Bunga Kredit