Sri Mulyani Sebut APBN Kerja Ekstra Keras Selama Pandemi Covid-19

Kamis, 25 Maret 2021 10:23 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani melantik dan mengukuhkan jajaran pejabat baru direktur jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan. Foto Kemenkeu

TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN sebagai instrumen fiskal harus bekerja keras menjadi countercyclical saat berbagai sektor terpuruk selama krisis pandemi Covid-19. APBN bahkan harus mengalami defisit hingga 6,1 persen dari pendapatan domestik bruto atau PDB untuk menopang kebutuhan penanganan krisis yang membengkak.

APBN kerja ekstra keras pada saat penerimaan turun karena pembayar pajak kita semua lagi megap-megap,” ujar Sri Mulyani dalam acara diskusi Katadata yang disiarkan secara virtual pada Kamis, 25 Maret 2021.

Baca Juga: IHSG Anjlok 1,54 Persen dan Ditutup di Level 6.156,14, Apa Saja Penyebabnya?

Sepanjang 2020, pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional atau PEN mencapai Rp 695 triliun sebagai respons fiskal atas terjadinya krisis. Dari dana itu, sebanyak Rp 553 triliun terserap sampai akhir tahun. Alokasi dana PEN masih dilanjutkan pada 2021 dengan jumlah hampir Rp 700 triliun atau naik dari rencana sebelumnya sebesar Rp 330 triliun.

Ia menjelaskan selama pandemi Covid-19, instrumen fiskal telah membantu memberikan stimulus bagi masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, terdampak PHK, hingga mendukung dunia usaha. Dorongan fiskal juga membantu kelompok sosial masyarakat dan institusi pendidikan, seperti sekolah dan pesantren, melalui bantuan yang disalurkan dalam bentuk insentif kuota Internet.

Advertising
Advertising

Kebijakan fiskal harus diambil agar perekonomian tidak kolaps saat konsumsi, investasi, hingga ekspor dan impor mengalami pelemahan. Menurut Sri Mulyani, dalam memutuskan kebijakan, pemerintah tidak sekadar memikirkan pemulihan ekonomi, namun juga mendorong agar seluruh sektor tumbuh lebih kuat pasca-krisis.

Meski mengalami tantangan berat sepanjang tahun lalu, Sri Mulyani mengatakan kondisi perekonomian pada 2021 sudah mulai menunjukkan tren pemulihannya. “Kita mulai melihat konsumsi sedikit recover walaupun belum masuk ke positif zone, investasi mulai positif walau kita lihat kredit di perbankan masih negatif, tapi mereka (perbankan) bilang 2021 sudah mulai ekspansi lagi,” kata Sri Mulyani.

Di samping itu, capital market pun mulai bullish. Sedangkan secara global, pemulihan tampak pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Cina yang sudah bergerak ke arah lebih baik.

Kala perekonomian berangsur pulih, Sri Mulyani mengatakan negara harus kembali berkonsolidasi untuk memperbaiki struktur fiskal APBN. “Saat agregat demand mulai pulih, fiskal mulai menonjol, jadi kita konsolidasi lagi. Kita kerja keras kalau tidak hati-hati kita bisa jebol sendiri,” kata dia.

Berita terkait

Bea Cukai jadi Sorotan, CITA Sarankan Sejumlah Langkah Perbaikan

2 menit lalu

Bea Cukai jadi Sorotan, CITA Sarankan Sejumlah Langkah Perbaikan

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyoroti kritik publik terhadap Ditjen Bea Cukai belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Tanggapan Jokowi Atas Fenomena Pabrik Tutup, Cerita Pengguna Starlink hingga Viral Pajak Rp9 Juta

35 menit lalu

Terpopuler Bisnis: Tanggapan Jokowi Atas Fenomena Pabrik Tutup, Cerita Pengguna Starlink hingga Viral Pajak Rp9 Juta

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memaklumi usaha selalu ada kondisi naik turun.

Baca Selengkapnya

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

9 jam lalu

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

Pemerintah diminta untuk mengantisipasi potensi menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II 2024.

Baca Selengkapnya

Awal Mula Penemuan Taptilo untuk SLB yang Sempat Ditahan dan Dipajaki Bea Cukai, Alat Apakah Itu?

13 jam lalu

Awal Mula Penemuan Taptilo untuk SLB yang Sempat Ditahan dan Dipajaki Bea Cukai, Alat Apakah Itu?

Alat pembelajaran taptilo untuk salah satu SLB sempat ditahan dan dipajaki Bea Cukai. Apakah itu Taptilo yang penting bagi belajar tunanetra?

Baca Selengkapnya

Serba-serbi UKT: Landasan Penetapan Besaran UKT di Perguruan Tinggi Negeri

15 jam lalu

Serba-serbi UKT: Landasan Penetapan Besaran UKT di Perguruan Tinggi Negeri

Pembahasan besaran Uang Kuliah Tunggal disingkat UKT kerap menjadi persoalan yang kerap diprotes mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Baca Selengkapnya

Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme

18 jam lalu

Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme

Presiden Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen di kuartal pertama tahun ini patut disyukuri.

Baca Selengkapnya

4 Nama yang Diusulkan PDIP Jadi Bakal Calon Gubernur DKI di Pilkada 2024

23 jam lalu

4 Nama yang Diusulkan PDIP Jadi Bakal Calon Gubernur DKI di Pilkada 2024

Siapa saja 4 nama yang diusulkan PDIP di Pilgub DKI?

Baca Selengkapnya

Wakil Sri Mulyani Harap Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen Bisa Gaet Investor

1 hari lalu

Wakil Sri Mulyani Harap Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen Bisa Gaet Investor

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara angka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024 bisa menjadi basis.

Baca Selengkapnya

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara: Kita Harus Waspada, Pendapatan Negara Turun

1 hari lalu

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara: Kita Harus Waspada, Pendapatan Negara Turun

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa Indonesia harus waspada, karena pendapatan negara pada triwulan I 2024 turun.

Baca Selengkapnya

Wamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah

1 hari lalu

Wamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah

Wamenkeu Suahasil Nazara menyoroti tiga faktor yang menjadi perhatian dalam perekonomian Indonesia saat ini. Mulai dari suku bunga yang tinggi, harga komoditas, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Baca Selengkapnya