OJK Naikkan Denda ke Emiten yang Telat Setor Laporan Keuangan, Ini Detailnya
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 10 Maret 2021 10:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menaikkan batas modal disetor dan besaran denda bagi pelaku pasar modal yang terlambat menyampaikan laporan keuangan.
Hal tersebut tercantum dalam POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Adapun, beleid baru ini berperan sebagai pengganti PP No. 45 Tahun 1995.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK Djustini Septiana menjelaskan POJK ini diterbitkan dalam rangka menciptakan pasar modal yang teratur, wajar, dan lebih efisien. “Juga mengakomodir hal-hal baru dan perkembangan industri sektor jasa keuangan secara global,” katanya dalam sesi konferensi pers, Selasa, 9 Maret 2021.
Salah satu hal yang diubah adalah jumlah denda bagi pelaku pasar modal yang melanggar ketentuan penyampaian laporan keuangan atau pengumuman kepada masyarakat.
Berdasarkan PP 45/1995, denda dari self regulatory organization (SRO) yang terlambat menyampaikan laporan keuangan adalah Rp 500.000 per hari dengan batas maksimal Rp 500 juta. Selain itu, POJK baru menetapkan jumlah denda naik menjadi Rp 1 juta per hari dan tanpa batas maksimal.
Kemudian untuk emiten besar yang semula Rp 1 juta per hari dengan maksimal Rp 500 juta menjadi Rp 2 juta dengan tanpa batas maksimal, sedangkan untuk emiten menengah-kecil tetap Rp 1 juta per hari tapi batas maksimal ikut dihilangkan.
<!--more-->
Bagi perusahaan publik yang semula Rp 100.000 per hari dengan batas maksimal Rp 100 juta menjadi Rp 500.000 per hari tanpa batas maksimal.
Begitu pula untuk penasehat investasi, biro administrasi efek, wakil perantara efek, perusahaan efek, dan lembaga penunjang pasar modal lainnya berubah dari yang semula Rp 100.000 per hari dengan maksimal Rp 100 juta menjadi Rp 200.000 per hari tanpa batas maksimal.
Sementara itu, untuk profesi penunjang pasar modal besaran denda keterlambatan tetap Rp 100.000 per hari dengan batas maksimal Rp 100 juta. Djustini mengatakan kebijakan menaikkan denda tersebut merupakan salah satu upaya OJK untuk memberikan efek jera bagi para pelaku pasar modal agar tak melakukan pelanggaran dalam hal penyampaian laporan atau pengumuman.
“Supaya mereka juga jadi taat, karena terlalu mahal untuk kena denda. Itu yang kita coba terapkan dan kita harapkan bisa berhasil,” tuturnya.
Selain itu, OJK juga menaikkan jumlah modal disetor para pelaku pasar modal, termasuk Bursa Efek, Lembaga Kliring Penjaminan (LKP), serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP).
Berdasarkan PP 45/1995, Bursa Efek hanya diwajibkan memiliki modal disetor Rp 7,5 miliar, sedangkan LKP dan LPP sebesar Rp 15 miliar. Adapun mengacu pada aturan OJK yang baru, Bursa Efek wajib memiliki modal disetor tidak kurang dari Rp 100 miliar dan LKP dan LPP Rp 200 miliar. “Ini peraturan sudah terlalu lama, tidak masuk akal lagi untuk sekarang, sehingga kita ubah,” kata Djustini.
BISNIS
Baca: Bos Bank Harda Jelaskan Progress Suntikan Modal dari Perusahaan Chairul Tanjung