Dukung Revisi UU Pemilu, NasDem Anggap Biasa Ada Partai yang Menolak
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 28 Januari 2021 00:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta-Politikus Partai NasDem Saan Mustopa mengatakan partainya tetap mendukung revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Saan pun menyebut adanya sejumlah partai yang menolak normalisasi pilkada dan revisi UU Pemilu sebagai hal biasa.
"Itu hal biasa saja, selalu ada dinamika, tapi ini proses masih panjang," kata Saan ketika dihubungi, Rabu, 27 Januari 2021.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari NasDem ini pun mengatakan normalisasi pilkada kini menjadi isu. Hal tersebut menjadi lebih disorot ketimbang isu-isu lain seperti ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden.
Sejumlah fraksi menyatakan menolak normalisasi pilkada. Mereka adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengatakan partainya menilai belum perlu untuk merevisi UU Pilkada tersebut. Djarot mengatakan, persoalan pilkada lebih pada aspek pelaksanaan dan bukan pada substansi undang-undang.
"Atas dasar hal tersebut, sebaiknya Pilkada Serentak tetap diadakan pada tahun 2024. Hal ini sesuai dengan desain konsolidasi pemerintahan pusat dan daerah," kata Djarot dalam keterangan tertulis, Rabu, 27 Januari 2021.
<!--more-->
Fraksi Gerindra menyatakan masih mengkaji perlu tidaknya UU Pemilu direvisi serta Pilkada 2022 dan 2023. Adapun yang menyatakan mendukung normalisasi pilkada baru Fraksi NasDem dan Fraksi Demokrat.
Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pilkada merupakan momen emas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik di daerah masing-masing. Demokrat menilai perlu waktu dan kesempatan yang cukup bagi masyarakat untuk mendalami dan memahami sosok serta rekam jejak para calon kepala daerah.
"Momen itu akan berkurang bahkan hilang jika pilkada dilaksanakan di waktu yang berdekatan dengan pilpres, di tahun yang sama meskipun berbeda bulan," kata Herzaky dalam keterangannya, Rabu, 27 Januari 2021.
Dia pun berharap jangan sampai ada pihak-pihak yang memaksakan Pilkada 2024 hanya karena kepentingan pragmatis yang tak pro-rakyat, bahkan merugikan rakyat. "Misalnya, mau menjegal tokoh-tokoh politik yang dianggap potensial sebagai capres," kata dia terkait revisi UU Pemilu.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca juga: PDIP Ingin Pilkada 2024 Tetap Digelar, Tak Perlu Revisi UU Pilkada