PPKM Ditengarai Jadi Pukulan Beruntun bagi Bisnis Restoran dan Bioskop
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 8 Januari 2021 09:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Pulau Jawa dan Bali akan menjadi pukulan beruntun bagi pelaku usaha. Kebijakan ini berdampak langsung pada sektor-sektor tertentu, khususnya makanan dan minuman serta bioskop.
“Kalau dilihat kondisi makin memburuk dan akan mempercepat kerugian-kerugian sektor yang saat ini lagi mencoba bertahan,” ucapnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 7 Januari 2021.
Dia menduga efek yang ditimbulkan oleh pembatasan kegiatan masyarakat jauh lebih buruk dari PSBB transisi. Untuk restoran, saat PSBB transisi, kapasitas pengunjung dibatasi sebesar 50 persen.
Sedangkan saat ini kapasitasnya diketatkan menjadi maksimal 25 persen. Jam operasional pun diatur maksimal sampai pukul 19.00 WIB.
Tutum menjelaskan, pelaku usaha makanan dan minuman tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pengalihan pola bisnis, seperti penyediaan produk kemasan atau take away. Musababnya, minat masyarakat membeli produk kemasan berbentuk makanan beku tak sebesar makan di tempat.
<!--more-->
“Contohnya untuk kopi Starbucks, apa kita akan beli itu untuk dibungkus? Masyarakat kan membeli untuk suasananya,” ucapnya.
Begitu juga untuk bioskop. Sektor ini kemungkinan akan tutup kembali lantaran mengalami kerugian.
Menurut Tutum, pelaku usaha di dua sektor tersebut bakal mengambil langkah lanjutan untuk melakukan efisiensi agar bisa bertahan di tengah pemberlakuan kebijakan. Strategi itu meliputi renegosiasi dengan pengelola pusat belanja untuk menghitung kembali tarif sewa, mengurangi belanja yang tak esensial, hingga mengurangi karyawan.
Pembatasan kegiatan masyarakat berlangsung pada 11 hingga 25 Januari 2021. Pembatasan dilakukan di daerah-daerah yang tergolong sebagai zona merah dengan kriteria khusus.
Kriteria tersebut mencakup tingkat kematian di atas rata-rata nasional, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional, tingkat kasus aktif di atas rata-rata nasional, serta tingkat keterisian rumah sakit arau BOR untuk ICU dan isolasi di atas rata-rata nasional. Skema pembatasan berbeda dengan PSBB sebelumnya yang diberlakukan menyeluruh.
Baca: Pemerintah Pakai Istilah PPKM, Apa Bedanya dengan PSBB?
FRANCISCA CHRISTY ROSANA