Triwulan III Tumbuh 2,5 Persen, AAJI: Premi Baru Asuransi Masih Lemah
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 28 November 2020 10:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis asuransi jiwa diproyeksi bangkit tahun depan. Kinerja penjualan produk serta pendapatan premi diperkirakan berangsur pulih sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional. Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Wiroyo Karsono mengungkapkan sinyal perbaikan sudah terbaca pada triwulan III 2020, dimana pertumbuhannya menunjukkan tren positif yaitu naik 2,5 persen dibandingkan triwulan sebelumnya, atau dari Rp 22,18 triliun menjadi Rp 45,29 triliun.
“Pertumbuhan ini masih didominasi oleh premi lanjutan, premi baru memang masih lemah,” ujarnya, Jumat 27 November 2020. Sebelum pandemi, rata-rata pertumbuhan premi industri asuransi jiwa per tahun bisa mencapai 20 persen. “Kami berharap tahun depan bisa kembali ke kondisi normal, walaupun mungkin belum tentu langsung setinggi itu karena butuh waktu,” kata Wiroyo.
Secara keseluruhan, total pendapatan premi hingga triwulan III 2020 masih mengalami perlambatan 7,8 persen, dari Rp 145,41 triliun tahun lalu menjadi Rp 133,99 triliun. Kondisi perekonomian yang membaik menjadi sentimen positif yang diharapkan mampu mengerek kinerja industri.
Menurut dia, tingkat kesadaran masyarakat akan kebutuhan berasuransi diperkirakan bakal terus meningkat, di tengah pandemi yang berkepanjangan. Khususnya, kebutuhan akan asuransi kesehatan. “Masyarakat tidak hanya memikirkan kemungkinan terkena Covid-19, tapi juga penyakit non Covid-19," kata dia.
Pertumbuhan klaim dan manfaat industri juga mulai terjadi pada triwulan III 2020, yaitu melonjak 26,7 persen dari triwulan sebelumnya menjadi Rp 39,88 triliun. Adapun jenis klaim dengan pertumbuhan tertinggi adalah klaim meninggal dunia, dengan pertumbuhan sebesar 20,4 persen.
<!--more-->
Hal tersebut diamini oleh Chief Executive Officer Asuransi Jiwa Generali Indonesia, Edy Tuhirman. Berdasarkan survei yang dilakukan Generali Group di 22 negara dengan melibat 13 ribu responden, diketahui bahwa 56 persen responden merasa perlu untuk memliki asuransi jiwa dan asuransi kesehatan di tengah krisis yang terjadi. “Namun, awareness itu terganjal oleh daya beli masyarakat yang rendah di era pandemi,” katanya.
Edy berujar saat ini, perusahaan asuransi harus cerdik dalam menyiasati produk yang terjangkau serta meracik strategi untuk menghadapi fenomena tersebut.
“Kami pada triwulan III ini mengalami penurunan pendapatan premi walau hanya 4 persen.” Di sisi lain, laba perusahaan tercatat naik 19 persen. “Anomali ini terjadi karena walaupun nasabah semakin banyak, mereka membeli polis yang kecil-kecil.”
Chief Marketing Officer PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Karin Zulkarnaen menambahkan produk jenis unit-linked atau produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) masih akan prospektif, seiring dengan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap benefit yang ditawarkan. Di Allianz misalnya, sebagian besar portofolio didominasi oleh unit-linked, dengan pertumbuhan premi sebesar 28,45 persen secara tahunan.
“Kami tetap yakin kebutuhan terhadap asuransi tetap tinggi, sehingga kami terus meningkatkan pemasaran dan komunikasi produk juga layanan kami agar pertumbuhan bisnis terus meningkat,” ujarnya.
Baca: Asosiasi Asuransi: Klaim Meninggal Dunia Naik 17,4 Persen di Kuartal III