Menteri KKP Edhy Prabowo Diciduk KPK, Juru Bicara Luhut: Kami Prihatin
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 25 November 2020 09:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi, menanggapi kabar penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan atau Menteri KKP Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jodi menyampaikan pihaknya berempati.
“Kami tentunya ikut prihatin,” ujar Jodi saat dihubungi Tempo, Rabu, 25 November 2020.
Edhy Prabowo dilaporkan ditangkap KPK pada Rabu dinihari, 25 November 2020, di Bandara Internasional Soekarno Hatta. KPK menangkap Edhy atas dugaan korupsi ekspor benur.
Jodi meminta pihak-pihak yang terlibat bisa menghormati proses yang sedang berlangsung. “Kami imbau agar semua pihak yang terlibat menghormati proses yang sedang berlangsung,” katanya.
Sumber Tempo menyatakan Edhy telah dipantau sejak Sabtu akhir pekan lalu dalam perjalanan dinas ke Amerika Serikat. Politikus Partai Gerindra ini lalu ditangkap sepulangnya dari Amerika. “Ditangkap jam 01.23," kata sumber Tempo.
Sejak awal pembukaan keran ekspor benih lobster, kebijakan ini menuai kontroversi. Kebijakan tersebut menganulir peraturan menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, yang melarang pengiriman benih lobster ke luar negeri.
<!--more-->
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU belakangan mengendus adanya dugaan monopoli terhadap entitas pengirim ekspor benih lobster yang melibatkan satu perusahaan. Komisioner KPPU, Guntur Syah Saragih, mengatakan lembaganya sedang melakukan penelitian untuk mendalami dugaan monopoli ekspor benih lobster tersebut.
“Ada kegiatan jasa pengiriman yang terkonsentrasi pada satu pihak tertentu. KPPU mengendus tidak adanya persaingan usaha di sana,” ujar Guntur dalam konferensi virtual, Kamis, 12 November 2020.
Penelitian ini berangkat dari laporan asosiasi yang bergerak di bidang industri benih lobster BBL kepada KPPU beberapa waktu lalu. Asosiasi yang tak dirincikan namanya tersebut menyatakan bahwa eksportir saat ini hanya bisa mengirimkan komoditasnya melalui satu perusahaan pengiriman (forwarder).
Pengiriman pun dipusatkan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Padahal, saat ini eksportir lobster tersebar di beberapa provinsi di Indonesia berdasarkan titik wilayah pengelolaan perikanan (WPP), seperti Nusa Tenggara Barat (NTB). Bila pengiriman hanya dilakukan melalui satu titik, pengusaha benih lobster ditengarai akan menghadapi risiko tinggi.
“Risikonya, penanganan benda hidup memerlukan waktu pengiriman yang cepat. Jika barang ada di NTB kemudian harus dikirim lewat Jakarta, ini berisiko voltality rate-nya tinggi,” ujar Guntur.
Baca: Emil Salim: Saya Mohon Presiden Jokowi Batalkan Ekspor Benih Lobster