BTN Lelang Properti Senilai Rp 2 T, Aset Ini yang Paling Diminati Pembeli
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 16 November 2020 10:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perbankan nasional mempercepat upaya pemulihan tingkat rasio kredit macet (NPL) di penghujung tahun ini. PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN misalnya melakukan pemulihan aset dengan menggelar kegiatan Asset Sales Festival di empat kota, yaitu Medan, Bandung, Surabaya, dan Makasar.
Acara yang diselenggarakan secara daring dan luring itu ditujukan untuk mempertemukan investor, pengembang, penjual, properti, dan calon pembeli properti, dengan target dana yang diraih sebesar Rp 430 miliar.
“Kami rutin melakukan acara ini untuk memberikan peluang berinvestasi pada aset-aset property murah yang dapat dijadikan aset produktif,” ujar Direktur Remedial and Wholesale Risk Bank BTN, Elisabeth Novie Riswanti, seperti dikutip dari Koran Tempo, Senin 16 November 2020.
Aset property yang ditawarkan tidak hanya berasal dari kredit konsumer, namun juga kredit komersial, termasuk aset bermasalah kelolaan BTN Syariah. Menurut Novie, minat masyarakat untuk berinvestasi pada rumah-rumah yang bermasalah atau aset mangkrak itu pun sangat tinggi. Dia mencontohkan pembelian dari gelaran Asset Sales Festival di Medan pada awal bulan ini telah berhasil meraup dana sebesar Rp 70 miliar.
Pada rangkaian kegiatan di empat kota tersebut perseroan rencananya akan menawarkan aset sebanyak 13.733 unit, dengan nilai total Rp 2 triliun berupa rumah, tanah, hotel, dan proyek perumahan.
“Yang paling diminati investor adalah rumah baik tanah dan bangunannya, dengan rentang nilai aset dari Rp 300 juta hingga Rp 500 juta dan sejumlah proyek perumahan,” kata Novie.
<!--more-->
Hingga akhir tahun, BTN akan terus melakukan penjualan aset-aset bermasalah yang tahun ini nilainya mencapai Rp 11,6 triliun. Dari jumlah tersebut, aset yang telah siap untuk dijual sekitar Rp 7 triliun dan ditargetkan dapat terjual sekitar Rp 2 triliun.
Novie mengatakan dengan strategi pemulihan aset yang baik, pada kuartal tiga tahun ini perseroan berhasil menurunkan rasio NPL net di level 2,26 persen, dari posisi tahun lalu sebesar 2,33 persen. “Kami tahun ini benar-benar ingin menjual aset bermasalah, sejingga bisa menekan NPL,” ucapnya.
Upaya pemulihan rasio NPL turut dilakukan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dengan melakukan strategi hapus buku kredit atau write off. Hingga September 2020, perseroan mencatkan kredit hapus buku sebesar Rp 7,88 triliun atau meningkat 6,5 persen dibandingkan periode yang sama di 2019.
Adapun, kredit hapus buku yang bisa dipulihkan menjadi pendapatan hanya sebesar Rp 2,47 triliun atau 31,3 persen dari jumlah hapus buku. Bank Mandiri mencatatkan kenaikan NPL hingga 80 basis poin pada kuartal tiga 2020, dengan mencapai Rp 26,1 triliun atau 3,47 persen dari total portofolio kredit yang dimiliki.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandirim Ahmad Siddik Badruddin menuturkan di masa pandemi, perseroan juga tetap berupaya untuk melakukan penagihan secara maksimal kepada akun-akun hapus buku.
<!--more-->
”Tren recovery atau pemulihan cukup baik, didorong dengan meningkatnya pembayaran dari lelang, dimana kontribusi terbesar disumbang oleh segmen UMKM dengan proporsi 35 persen,” katanya. Upaya ini akan terus dioptimalkan hingga akhir tahun, dengan meningkatkan frekuensi lelang terhadap kredit beragunan.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berujar laju NPL perbankan 2020 diproyeksi akan tetap terjaga di level 3 persen, atau tak akan kembali naik signifikan, meski pandemi Covid-19 masih berlanjut.
“Kami optimistis datanya tidak akan tembus 5 persen, ini sudah proses recovery,” ucapnya. Meski demikian, dia tetap mengimbau perbankan nasional untuk tetap melakukan pencadangan, serta upaya-upaya penyehatan neraca, untuk menekan NPL.
Terlebih, program restrukturisasi kredit turut diperpanjang oleh otoritas hingga Mei 2022, dari semulai berakhir pada Mei 2021. Wimboh mengatakan kebijakan restrukturisasi berperan penting untuk menekan tingkat NPL perbankan.
“Kalau kebijakan ini tidak ada, NPL bisa lebih tinggi dari realisasi saat ini, bahkan bisa menyentuh 16 persen,” kata dia. Ke depan, OJK memproyeksikan perbaikan kualitas kredit akan terus berlanjut, seiring dengan mulai melandainya permintaan restrukturisasi yang diajukan debitur. “Apalagi kalau vaksin bisa didistribusikan dan efektif, karena akan memberikan kepercayaan masyarakat yang lebih.”
Baca: BTN Gelar Program DP Rumah 10 Persen untuk Wilayah Jabodetabek hingga Surabaya