Bos BCA Curhat Soal Seretnya Penyaluran Kredit, Mulai KPR hingga Kendaraan
Reporter
Bisnis.com
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 10 November 2020 13:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan penyaluran kredit menjadi usaha bank yang paling parah terkena dampak Covid-19. Bahkan, sejumlah sektor mengalami pertumbuhan kredit minus karena tingginya nilai pelunasan daripada penyaluran baru.
"Kejadian-kejadian ini betul-betul buat negatif carry, tapi kami tetap berusaha lepaskan kredit. Namun, pengembalian pinjaman itu kurangi outstanding balance yang terjadi di bank, ini perlu penjelasan jelas agar tahu betapa sulitnya," katanya dalam dalam webinar forum sektor jasa keuangan, Selasa, 9 November 2020.
Jahja mencontohkan kredit sektor korporasi yang disalurkan BCA selama September 2020 adalah senilai Rp 45 triliun, tetapi pengembalian cicilannya mencapai Rp 30 triliun. Artinya, secara nett, kredit korporasi BCA hanya tumbuh Rp 15 triliun.
Begitu juga dengan kredit pemilikan rumah (KPR) yang normalnya disalurkan Rp 2,5 triliun per bulan. Namun, selama Covid-19, penyalurannya menurun menjadi Rp 1 triliun per bulan.
Nilai pengembalian kredit KPR pun lebih besar lagi yakni Rp 1,8 triliun sehingga membuat pertumbuhan kredit minus Rp 800 miliar.
Sektor otomotif, lanjutnya, lebih parah lagi. Dari normalnya penyaluran kredit per bulan Rp 2,5 triliun, nilai kredit baru pada April 2020 hanya Rp 90 miliar, sedangkan pelunasan yang dibayarkan Rp 2 triliun.
<!--more-->
Meskipun kredit untuk kendaraan bermotor (KKB) sudah mulai naik menjadi Rp 200 miliar pada Mei 2020, pertumbuhannya tetap saja negatif karena pelunasannya masih lebih besar. Sementara itu, pada Juni 2020 penyaluran KKB sudah menyentuh Rp 400 miliar dan mendekati Rp 1 triliun sampai saat ini.
Menurutnya, permintaan kredit rendah salah satunya disebabkan oleh kelompok menengah ke atas yang menahan belanja. Sebaliknya, aktivitas belanja kelas menengah ke bawah masih stagnan.
"Credit card lebih parah lagi, masih utama kalau belanja kendaraan drop 22 persen artinya apa, tidak ada suatu pencairan dana dari orang yang mampu belanja, padahal bisa dorong ekonomi," katanya.
BISNIS