Kerap Rugi, Bagaimana Keuangan Garuda dalam 5 Tahun Terakhir?
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 8 November 2020 12:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kembali membukukan kerugian pada kuartal ketiga 2020. Sepanjang Juli hingga September, Garuda merugi hingga US$ 1,07 miliar atau Rp 15,32 triliun.
Kondisi ini menambah beban perseroan yang sepanjang semester I sudah rugi US$ 712,73 juta atau setara dengan Rp 10,34 triliun. Meski dalam kondisi sulit, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meyakini kinerja perusahaan pada akhir kuartal 2020 akan membaik.
“Berbagai upaya pemulihan kinerja yang dilakukan sudah on the track. Kami optimistis kinerja perusahaan pada periode tiga bulan kedepan akan semakin menunjukkan pertumbuhan positif, khususnya dengan adanya periode libur panjang akhir tahun,” ujar Irfan, Sabtu, 7 November 2020.
Ini bukan kali pertama keuangan Garuda merah. Emiten berkode GIAA tercatat acap merugi sejak 2014. Kerugian terjadi bahkan dua kali selama periode lima tahun, yakni 2014-2019. Berikut rekam keuangan Garuda dalam lima tahun terakhir.
- Rugi US$ 371,9 juta pada 2014
Maskapai penerbangan pelat merah ini membukukan kerugian pertama setelah lima tahun sebelumnya untung. Kala itu, keuangan perusahaan amblas menjadi US$ 371,9 juta atau sekitar Rp 4,87 triliun dihitung dengan kurs Rp 13.100 yang berlaku masa itu. Padahal pada 2013, Garuda membukukan keuntungan US$ 13,5 juta.
Kerugian terjadi karena kondisi industri penerbangan dipengaruhi turbulensi eksternal yang berdampak pada depresiasi rupiah. Di samping itu, tingginya harga bahan bakar avtur menjadi masalah yang membuat profit emiten tertekan.
<!--more-->
- Untung US$ 77,97 juta pada 2015
Setahun setelahnya, Garuda kembali mencatatkan keuntungan meski tipis, yakni sebesar US$ 77,97 juta atau Rp 1,01 triliun dengan kurs Rp 13.300 seperti yang berlaku saat itu. Efisiensi dan melorotnya harga bahan bakar avtur pada 2015 disebut menjadi kunci laba lonjakan laba bersih emiten.
- Untung US$ 9,36 juta pada 2016
Garuda kembali meraup untung pada 2016 meski nilainya merosot dari tahun sebelumnya. Keuntungan Garuda pada 2016 hanya US$ 9,36 juta atau setara Rp 124,5 miliar dihitung dari kurs yang berlaku saat itu, yakni Rp 13.300.
Tipisnya keuntungan emiten diklaim terjadi karena tekanan di dunia aviasi yang sudah terjadi sejak lima tahun terakhir di level global. Di samping itu, perlambatan ekonomi dunia juga menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
- Rugi US$ 213,4 juta pada 2017
Garuda kembali mengulangi kerugian pada 2017. Tahun itu, Garuda rugi US$ 213,4 juta (Rp 2,9 triliun) pada pembukuannya. Kerugian tersebut termasuk biaya extra ordinary items dari tax amnesty dan denda. Manajemen pada masa itu mengatakan Garuda mesti membayar denda dari Australia atas bisnis kargo perseroan sebesar US$7,5 juta.
- Pasca-laporan keuangan ketahuan disulap, Garuda jadi rugi US$ 175 juta pada 2018
Manajemen Garuda Indonesia di masa kepemimpinan bos lama, Ari Askhara, menyulap laporan keuangan perusahaan hingga mencatatkan untung. Namun setelah penyajian ulang, Garuda ketahuan mengalami kerugian S$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004).
Kala itu terjadi selisih US$ 180 juta dari laporan yang disajikan sebelumnya. Pada laporan 2018 yang disulap, perseroan melaporkan untung US$ 5 juta atau Rp 70,02 miliar.
- 2019, Garuda catatkan laba US$ 6,98 juta
Setelah buntung, Garuda kembali membukukan laba bersih sebesar US$ 6,98 juta atau sekitar Rp 97,8 miliar sepanjang 2019. Capaian laba tersebut sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha sebesar 5,59 persen dari 2018 yang menjadi US$ 4,57 miliar atau Rp 65,8 triliun.
"Capaian ini diraih melalui strategi quick wins priority yang dijalankan perusahaan, yaitu melalui penguatan budaya perusahaan berbasis people, process & technology; strategi peningkatan pendapatan; serta peninjauan atas struktur biaya perusahaan," ujar Irfan Setiaputra, Juni 2020 lalu.
Di samping laba bersih, perusahaan mencatatkan perolehan laba usaha sebesar US$ 147 juta. Angka ini setara dengan Rp 2,05 triliun.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | SYAFIUL HADI | BISNIS
Baca juga: Garuda Indonesia Beberkan Sebab Kerugian Rp 15,2 Triliun di Kuartal III-2020