Garuda Indonesia Beberkan Sebab Kerugian Rp 15,2 Triliun di Kuartal III-2020
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 7 November 2020 10:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatat kerugian hingga US$ 1,07 miliar atau sekitar Rp 15,2 triliun (kurs Rp 14.227 per dolar AS) per September 2020. Hal tersebut disampaikan dalam laporan keuangan perseroan kuartal ketiga tahun 2020 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
Dalam laporannya, Garuda Indonesia menyebutkan kerugian terutama karena pukulan pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020. "Dan (2020) menjadi tahun yang terburuk sepanjang sejarah bisnis airlines," seperti dikutip dari pernyataan manajemen Garuda Indonesia dalam keterbukaan informasinya, Jumat, 6 November 2020.
Hal ini senada dengan Laporan Kinerja Ekonomi Industri Airlines Global periode Juni 2020 yang dipublikasikan oleh IATA sebelumnya menyebutkan kerugian bersih industri maskapai penerbangan global mencapai US$ 84,3 miliar akibat pandemi Covid-19.
Asia Pasifik, sebagai wilayah pertama yang terkena imbas pandemi Covid-19, mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya. Sepanjang tahun ini, seluruh maskapai di wilayah Asia Pasifik juga diperkirakan bakal mencatat kerugian rata-rata per penumpang mencapai US$ 30,1, rugi bersih setelah pajak US$ 29 miliar, dan marjin bersih negatif 22,5 persen.
Dalam laporan keuangan kuartal III tahun 2020 disebutkan rugi bersih Garuda Indonesia sekitar Rp 15 triliun itu berbanding terbalik dibandingkan catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih US$ 122,42 juta atau sekitar Rp 1,7 triliun.
<!--more-->
Adapun penyebab utama penurunan itu adalah anjloknya pendapatan dari penerbangan berjadwal yang menjadi sumber utama pendapatan perseroan. Kontribusi pendapatan dari penerbangan berjadwal pada kuartal III tahun 2020 tercatat sebesar US$ 917,28 juta atau Rp 13,69 triliun, jauh di bawah perolehan kuartal III tahun 2019 sebesar US$ 2,79 miliar.
Penerimaan perusahaan dari sektor penerbangan tidak berjadwal juga anjlok cukup dalam. Perusahaan hanya mampu mencetak pendapatan US$ 46,92 juta berbanding torehan kuartal III tahun 2019 senilai US$ 249,91 juta.
Sementara total pendapatan Garuda Indoensia mencapai US$ 1,13 miliar per September 2020 atau Rp 16,98 triliun. Angka ini turun 67,85 persen year on year (yoy) dari US$3,54 miliar pada kuartal III pada tahun lalu.
Terkait pandemi virus Corona, perseroan telah melaporkan ke Bursa Efek Indonesia pada Rabu, 16 September 2020, bahwa Garuda Indonesia telah melakukan sejumlah penyesuaian operasi. Hal ini dilakukan seiring perubahan tingkat permintaan yang diperkirakan akan berlangsung lebih dari tiga bulan.
Manajemen menjelaskan, penyesuaian tersebut berdampak pada penurunan trafik baik untuk penumpang maupun kargo diangkut masing-masing sebesar 72 persen dan 50 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Garuda Indonesia juga melaporkan terjadinya penurunan produksi domestik sebesar 55 persen dan internasional sebesar 88 persen dari tahun lalu. “Penyesuaian operasional ini berkontribusi sekitar 51 persen hingga 75 persen dari total pendapatan perusahaan,” seperti dikutip dari penjelasan manajemen.
BISNIS
Baca: Garuda Rugi Rp 15 Triliun, Yusuf Mansur Dorong Masyarakat Beli Saham GIAA