Perbankan Masih Andalkan Pertumbuhan Kredit Korporasi di Tahun Ini
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 27 Oktober 2020 03:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Segmen korporasi masih jadi andalan perbankan nasional dalam upaya memacu kinerja penyaluran kredit tahun ini. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan dibandingkan segmen lainnya, korporasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu 8,6 persen secara tahunan hingga triwulan III 2020 atau setara dengan Rp 252 triliun.
Hingga akhir tahun, BCA membidik kredit korporasi masih mampu tumbuh hingga 10-12 persen secara keseluruhan.
“Masih ada korporasi besar yang tingkat imunitasnya tinggi sehingga mereka tetap memiliki prospek di tengah pandemi, mereka tetap jalan bahkan ada juga yang permintaannya malah meningkat sehingga berusaha tambah investasi dan modal kerja,” ujarnya dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin 26 Oktober 2020.
Jahja mencontohkan beberapa di antaranya adalah korporasi yang bergerak di bidang infrastruktur jangka panjang juga korporasi yang memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan di masa pandemi.
Total sepanjang 2020, BCA telah melepas kredit baru sekitar Rp 45 triliun untuk segmen korporasi. Meski demikian, menurut Jahja tingkat ketidakpastian segmen ini tetap tinggi, sehingga bank harus terus melakukan pemantauan secara berkala.
<!--more-->
Kondisi serupa terjadi pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, yang per September 2020 mencatatkan pertumbuhan kredit keseluruhan sebesar 3,79 persen atau mencapai Rp 873,7 triliun.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menuturkan untuk segmen korporasi mencatatkan pertumbuhan 4,9 persen secara tahunan menjadi Rp 313,6 triliun. “Segmen ini masih jadi andalan dengan kontribusinya mencapai 35,89 persen terhadap total kredit,” ujar Siddik.
Namun menurut dia tak sedikit pula nasabah segmen ini yang kemudian tumbang sehingga membutuhkan bantuan keringanan dari bank berupa restrukturisasi kredit. Siddik berujar berdasarkan asessment terkini perseroan, dari total debitur yang telah direstrukturisasi tak semuanya bisa kembali bangkit dan memperbaiki kinerjanya.
“Menurut perhitungan kami yang tidak akan bisa bangkit ada di kisaran 10-11 persen, sehingga kami tidak akan melanjutkan treatment restrukturisasinya,” ucapnya. “Mau tak mau akan kami downgrade jadi kredit macet (NPL).”
Walhasil, Bank Mandiri harus mengantisipasinya dengan menambah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) berkali lipat lebih dari biasanya. Perseroan memproyeksikan hingga akhir tahun tingkat NPL masih akan cukup tinggi yaitu berada di kisaran 3-4 persen, sedangkan CKPN yang disiapkan mencapai Rp 21 triliun.
<!--more-->
Pemupukan pencadangan itu pada akhirnya turut berdampak pada tergerusnya tingkat profitabilitas yang dicapai perseroan.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi mengungkapkan laba bersih konsolidasi tercatat anjlok 30,89 persen, yaitu menjadi Rp 14,02 triliun di triwulan III 2020.
Situasi ini berbanding terbalik dengan tahun lalu yang mencatatkan kenaikan laba 11,9 persen, atau mencapai Rp 20,3 triliun. “Hingga akhir tahun kemungkinan masih flat, tapi kami berharap paling tidak kalau pun turun tidak akan lebih dalam dari capaian sebelumnya,” katanya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menuturkan faktor lain penyebab anjloknya laba perbankan adalah pertumbuhan kredit yang terus melambat, di satu sisi dana pihak ketiga (DPK) terus melambung signifikan. Otoritas mencatat laba sebelum pajak perbankan nasional terpangkas hingga 18,36 persen pada Agustus lalu.
“Profitabilitas turun karena kami lihat bank sulit menutup biaya bunga,” ujarnya. Pertumbuhan kredit hingga Agustus tercatat hanya 1,04 persen, sedangkan pertumbuhan DPK mencapai 11,64 persen.
Baca: Hingga Akhir September, BCA Salurkan Kredit Rp 581,9 T