PHRI: 40 Persen Pekerja Hotel dan Restoran Kena Unpaid Leave
Reporter
Bisnis.com
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 26 Oktober 2020 18:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, mengatakan sebanyak 40 persen tenaga kerja hotel dan restoran terkena unpaid leave atau cuti tidak dibayar Juni-Juli 2020 akibat terdampak pandemi Covid-19.
"Dengan asumsi, jumlah tenaga kerja hotel dan restoran yang terkena dampak serupa lebih besar saat ini. Namun, kami belum mengumpulkan data terbaru terkait dengan hal tersebut. Kalau mau cepat pulih penyerapan tenaga kerjanya, pemanfaatan anggaran dari kegiatan pemerintah harus lebih optimal," kata Maulana kepada Bisnis, Senin, 26 Oktober 2020.
Dia melanjutkan tingkat okupansi hotel turun drastis dari single digit menjadi nol pada Mei 2020. Tak jauh berbeda, restoran harus terpuruk setelah upaya konversi bisnis dari luring menjadi daring tidak serta merta memulihkan kondisi.
Badan Pusat Statistik melaporkan tingkat penghunian kamar hotel berbintang pada Agustus 2020 turun 22,37 persen secara tahunan (yoy) dari 53,80 persen menjadi 29,80 persen.
Adapun, pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) beberapa bulan lalu gagal mendongkrak pertumbuhan transaksi sektor hotel dan restoran seiring dengan penurunan harga sewa per kamar 20-30 persen dibandingkan dengan kondisi normal.
Dengan demikian, kata Maulana, daya tahan pelaku usaha sektor perhotelan dan restoran Tanah Air tidak sekuat pada periode Mei-Juni lalu. Dengan permintaan yang masih lemah, penyerapan tenaga kerja oleh sektor hotel dan restoran pun tidak dapat maksimal.
<!--more-->
"Contoh, sektor perhotelan hidup tidak hanya dari penjualan kamar. Karyawan hotel bukan hanya bekerja untuk menyelesaikan urusan kamar, tapi juga fasilitas. Bisa fasilitas di ballroom, gym, dan macam-macam. Restoran juga begitu. Selama ada WFH akan sulit karena mengandalkan pergerakan orang. Dengan kondisi seperti ini, tidak semua restoran bisa bergerak untuk menjalankan bisnisnya," kata Maulana.
Di tengah kondisi tersebut, kata Maulana, pemerintah harus menjadi pemicu untuk menciptakan permintaan, tidak hanya hingga akhir tahun, tapi setidaknya hingga kuartal I 2020 yang merupakan low season bagi pengusaha hotel dan restoran.
Maulana menjelaskan, Januari hingga Maret merupakan periode low season sehingga efek dari anggaran yang dialokasikan khusus untuk baru bisa dirasakan setelah Maret.
"Itu yang agak mengkhawatirkan. Ini akan menjadi low season yang panjang. Harapannya, pemerintah bisa melakukan aktivitasnya lebih cepat sehingga tidak membuat makin banyak perusahaan yang gugur serta tidak memperparah dampak pandemi bagi tenaga kerjanya," tegasnya.
Adapun, pelaku usaha perhotelan dan restoran telah menjalankan sejumlah strategi selama masa pandemi.
Sebagai contoh, kata Maulana, pelaku usaha perhotelan dan restoran memberikan sejumlah paket wisata, seperti paket long stay, work from hotel, sekolah dari hotel sambil berlibur, paket staycation, paket wedding, serta paket-paket pertemuan dengan menerapkan protokol yang ketat.
"Dengan peran pemerintah yang maksimal, lanjutnya, ketika nanti permintaan membaik, hotel dan restoran bisa langsung melakukan penyerapan tenaga kerja. Untuk hotel dan restoran yang sifatnya musiman akan mudah saja untuk menyerap tenaga kerja," katanya.
BISNIS
Baca juga: PSBB DKI Jilid II, PHRI: Bisnis Restoran Rugi Rp 20 T, 30 Persen Terancam Tutup