UU Cipta Kerja, Luhut: Pengusaha yang Tak Beri Pesangon Bisa Dipidana
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 22 Oktober 2020 01:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah Undang-undang Cipta Kerja merugikan buruh. Luhut malah mengklaim beleid ini memberikan nilai tambah bagi pekerja.
Contohnya pada perkara pesangon. Luhut mengatakan para pekerja dan buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja bakal tetap mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Meskipun demikian, ia mengakui besar pesangon dalam UU Cipta Kerja hanya 25 kali upah, berbeda dengan beleid sebelumnya yang mengatur 32 kali upah. "Sekarang kita buat 19 kali plus 6 dari asuransi, tapi dijamin kalau kamu tidak bisa deliver, lari, bisa dipidana," ujar Luhut dalam sebuah acara daring, Rabu, 21 oktober 2020.
Luhut mengatakan perubahan aturan soal pesangon tersebut menjadi persoalan yang diangkat oleh para buruh. Namun, ia menjelaskan turunnya besaran pesangon tersebut bukan tanpa alasan.
Selama ini, kata Luhut, data menunjukkan perusahaan yang bisa memberikan kompensasi sebesar 32 kali upah itu jumlahnya sangat sedikit, hanya sekitar 8 persen. "Yang lain lari saja."
<!--more-->
Selain mendapat pesangon, Luhut mengatakan buruh yang di-PHK juga akan mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang diberikan pemerintah. JKP diberi sebagai kompensasi turunnya pesangon dari 32 kali upah ke 25 kali upah.
"Jadi jangan berburuk sangka bahwa ini seolah-olah merugikan buruh. Ini memberi nilai tambah," tutur dia.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menilai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan program pemanis bibir agar buruh dan tenaga kerja bisa menerima dengan lapang Undang-Undang Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali upah. Sedangkan, dalam RUU Cipta Kerja, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali JKP, sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.
“Pertanyaannya, iurannya siapa yang bayar. Kalau dibilang pemerintah, berarti pemerintah yang JKP Pesangon akan diambil dari APBN dan ini tidak akan bisa jalan, undang-undang ini terkesan basa-basi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa, 6 Oktober 2020. Lebih lanjut, dia juga mengkritisi bila sumber dana JKP dipungut kembali melalui iuran yang diberatkan pada buruh.
Baca juga: Soal Omnibus Law, Luhut Pandjaitan: Terus Terang Saya yang Mulai
CAESAR AKBAR | BISNIS