TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembahasan mengenai Omnibus Law sejatinya sudah terjadi beberapa tahun lalu, kala ia masih menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
"Ini penyederhanaan regulasi tumpang tindih agar lebih produktif dan efisien. Ini terus terang jujur, saya mulai ketika saya masih Menko Polhukam," ujar Luhut dalam sebuah acara yang disiarkan daring, Rabu, 21 oktober 2020. Luhut menjabat posisi Menko Polhukam pada periode Agustus 2015 hingga Juli 2016.
Kala itu, Luhut melihat betapa semrawutnya Undang-undang peraturan di Indonesia. Ia mengatakan aturan yang banyak itu satu sama lain saling mengunci. Sehingga, banyak proses perizinan yang tidak berjalan lancar dan berimbas kepada maraknya korupsi serta inefisiensi.
Melihat kondisi tersebut, dia pun mengumpulkan sejumlah pakar untuk membicarakannya. "Waktu itu saya kumpulkan Pak Mahfud, Pak Jimly Asshidiqie, Pak Seno Aji, Pak Sofyan Djalil dan di kantor saya Pak Lambok untuk mencari bagaimana caranya," ujar Luhut.
Para pakar tersebut dikumpulkan untuk mencari solusi atas persoalan Undang-undang tersebut. Sebab, kalau harus merevisi beleid satu per satu, Luhut khawatir akan memakan waktu yang sangat lama.
Dari pertemuan tersebut, kata Luhut, Sofyan Djalil sempat menyinggung adanya Omnibus Law di Amerika Serikat. Omnibus Law disebut sebagai metode yang tidak menghilangkan Undang-undang yang ada tapi bisa menyelaraskan hingga tidak terjadi tumpang tindih dan saling mengikat.