Rasio Utang RI Diprediksi Bakal Melonjak ke 41,09 Persen PDB di 2021
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Jumat, 2 Oktober 2020 18:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal memperkirakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia akan kembali dari semula 37,6 persen di 2020 menjadi di 41,09 persen pada 2021. Lonjakan utang pemerintah itu adalah konsekuensi dari keseimbangan primer yang masih negatif cukup dalam pada tahun depan.
Kendati demikian, keseimbangan primer tersebut sebenarnya diperkirakan sudah cukup membaik ketimbang tahun ini. Tahun ini, keseimbangan primer berada di angka negatif 4,27 persen dari PDB. Sementara, tahun depan diperkirakan menyusut menjadi negatif 3,59 persen saja.
"Dengan defisit melebar di 2021 walau sudah mulai konsolidasi ketimbang 2020, tapi primary balance tetap dalam. Makanya enggak heran itu rasio utang terhadap PDB naik lagi. Sekitar 41,09 kami kita prediksi," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu dalam konferensi video, Jumat, 2 Oktober 2020.
Sebelumnya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 akan melebar dari rancangannya. Mereka sepakat mematok defisit sebesar 5,7 persen dari PDB dari rencana di RAPBN sebesar 5,5 persen.
Febrio mengatakan belanja negara tahun depan didesain naik ke angka Rp 2.750 triliun. Sementara pendapatan negara diperkirakan hanya Rp 1.743,6 triliun. Febrio mengatakan anggaran tersebut dirancang dengan posisi pemerintah sebagai motor kebijakan counter cyclical.
<!--more-->
Beberapa anggaran kebijakan strategis di APBN 2021 antara lain anggaran pendidikan Rp 550 triliun, kesehatan Rp 169,7 triliun, perlindungan sosial Rp 421,7 triliun, infrastruktur Rp 413,8 triliun, ketahanan pangan Rp 104,2 triliun, pemulihan pariwisata Rp 15,7 triliun dan optimalisasi teknologi komunikasi dan informatika Rp 29,6 triliun.
Dengan kebutuhan tersebut, maka keseimbangan primer di APBN 2021 pun cukup dalam. Febrio mengatakan selama ini pemerintah sudah berupaya menekan keseimbangan primer tersebut menuju nol dan disiplin menjaga rasio utang. Namun, akibat datangnya pandemi Covid-19, pemerintah pun harus menempuh kebijakan tersebut.
"Risikonya, karena keseimbangan primer negatif dalam, dan selama ini kita tidak dalam. Lihat 2015-2019 selama ini sudah menuju nol. Namun, dengan Covid-19 kita harus siap seperti ini. Keseimbangan primer negatif dalam artinya tambahan utang," ujar Febrio.
Namun Febrio memastikan bahwa pemerintah juga akan mencari jalan lain untuk membiayai pembangunan dengan tidak mengambil utang baru. Misalnya dengan mendorong investasi yang lebih banyak.
"Walau kita tidak punya pilihan yang banyak, kami coba pilihan lain bagaimana biayai pembangunan dengan non utang," kata dia. Di samping itu, pemerintah pun memastikan bahwa pengeluaran tersebut akan efektif mendukung akselerasi pemulihan dan transformasi ekonomi di Tanah Air.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Indef: Presiden Jokowi Akan Wariskan Utang yang Sangat Besar