Imbas PSBB, Indeks PMI Manufaktur Anjlok Jadi 47,2 di September 2020
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 1 Oktober 2020 13:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Manufacturing Purchasing Managers’ Index atau PMI Manufaktur Indonesia turun dari 50,8 di Agustus menjadi 47,2 di September 2020. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mencatat ini adalah penurunan pertama sejak bulan April.
Penurunan ini, menurut BKF, menunjukkan aktivitas manufaktur yang melemah di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena masih tereskalasinya pandemi Covid-19.
"PMI sebagai indikator yang memprediksi ekonomi ke depan sejalan dengan tren indikator mobilitas yang telah mengalami perbaikan walaupun dengan akselerasi yang melambat, mengingat masih terdapat eskalasi penularan Covid-19," termaktub dalam keterangan resmi BKF, Kamis, 1 September 2020.
Kendati demikian, Kepala BKF Febrio Kacaribu meyakini respons kebijakan pemerintah sudah on-track dan perlu diperkuat dalam penanganan Covid-19 terutama melalui peningkatan langkah TLI atau Tes, Lacak, dan Isolasi serta disiplin gerakan 3M alias Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak.
“Penguatan TLI oleh Pemerintah dan 3M oleh masyarakat sejauh ini merupakan best practice dalam mengendalikan Covid-19, serta melengkapi berbagai langkah perlindungan masyarakat miskin dan rentan terdampak melalui berbagai program perlindungan sosial serta dukungan terhadap dunia usaha agar dapat bertahan selama pandemi," tutur dia.
<!--more-->
Secara rata-rata, PMI pada kuartal 3 tahun 2020 yang sebesar 48,3 menggambarkan kondisi industri manufaktur yang masih menantang. Meskipun demikian, angka tersebut sudah meningkat dibandingkan dengan PMI kuartal 2 tahun 2020 sebesar 31,73. Adapun threshold netral PMI adalah di angka 50, atau angka di atas 50 menunjukkan adanya pertumbuhan positif secara bulanan.
Lebih rinci, rilis PMI Manufaktur Indonesia pada September 2020 menunjukkan adanya aktivitas penjualan dan produksi yang dipengaruhi oleh PSBB di Jakarta pada pertengahan bulan September. Adapun penurunan terjadi di sisi permintaan baru meskipun penurunannya lebih lambat dibandingkan kontraksi yang dalam pada Maret dan Juni saat puncak pandemi.
Penurunan penjualan, berdasarkan rilis tersebut, berkontribusi pada kenaikan kapasitas berlebih yang tercermin juga pada penurunan pekerjaan yang harus diselesaikan yang menghambat perekrutan tenaga kerja lebih lanjut.
Perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan stok guna melakukan efisiensi. Tekanan di biaya input didorong oleh depresiasi nilai tukar dan diikuti oleh rendahnya harga penjualan.
Berikutnya, tercatat sejumlah perusahaan memberikan diskon untuk merangsang penjualan. Namun, PSBB menghambat kemampuan penyedia bahan baku untuk memasok input secara tepat waktu. IHS Markit yang mengeluarkan data PMI ini menjelaskan bahwa harapan mengenai output tahun 2021 sangat tinggi, tetapi optimisme tersebut akan sangat bergantung pada pengendalian pandemi.
Baca juga: Dampak PSBB DKI Jilid II ke Ekonomi RI, Kemenkeu: Cukup Minimal
CAESAR AKBAR