Revisi UU BI Sebut OJK Nantinya Tak Lagi Awasi Perbankan, Ini Pandangan Indef

Selasa, 22 September 2020 13:56 WIB

Logo OJK. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Eksistensi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dinilai tetap dibutuhkan karena sektor jasa keuangan di masa mendatang bakal makin kompleks seiring kemajuan zaman. "Diperlukan lembaga pengawas yang kredibel dan mumpuni untuk mengatur dinamika yang terjadi, serta dapat secara baik memitigasi setiap risiko yang muncul," ujar Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, Selasa, 22 September 2020.

Hal tersebut disampaikan Eko merespon salah satu poin di revisi Undang-undang Bank Indonesia yang tengah digodok di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam beleid itu disebutkan pengembalian fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI secara bertahap dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023.

Hal tersebut tercantum dalam dokumen Rancangan Undang-undang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menegaskan fungsi pengawasan bank miliki Otoritas Jasa Keuangan akan dialihkan kepada Bank Indonesia.

Dalam dokumen itu tertulis proses pengalihan kembali fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Bank Indonesia dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat.

"Yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” seperti dikutip dari ayat 3 Pasal 34 dalam rancangan undang-undang tersebut, Jumat, 18 September 2020.

Advertising
Advertising

Lebih jauh, Eko menjelaskan, OJK diperlukan agar bisa mengatur dan mengembangkan sektor keuangan dalam menghadapi berbagai macam tantangan tersebut. Terlebih saat ini dinamika di sektor jasa keuangan baik bank maupun non bank dan pasar modal semakin kompleks.

Oleh karena itu, kata Eko, OJK sebagai wasit harus bertindak adil, transparan, dan independen dalam menjaga kompetisi maupun interelasi antar entitas sektor jasa keuangan yang terjadi di dalamnya.

<!--more-->

Pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan di antara entitas sektor jasa keuangan yang bersaing tidak lantas menjadikan jalannya kompetisi tanpa wasit akan menjadi lebih baik. "Justru kemungkinan terjadinya chaos jadi lebih besar, terlebih dalam situasi dimana Indonesia sedang mengalami resesi ekonomi seperti saat ini," kata Eko.

Lebih jauh, Eko menyebutkan di era 4.0 ini, kemajuan teknologi di sektor jasa keuangan yang berpadu dengan kebutuhan konsumen akan layanan yang aman, cepat, mudah, dan murah, membuat interelasi antar entitas di sektor jasa keuangan semakin erat dan kompleks.

Pembangunan di sektor jasa keuangan yang kian adaptif sesuai kebutuhan nasabah, menurut Eko, tetap membutuhkan pengaturan dan pengawasan yang prima agar tak muncul risiko sistemik di kemudian hari. di titik ini, peran OJK sangat strategis sekaligus menantang karena demarkasi yang samar antara kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, serta lembaga jasa keuangan lainnya.

"Semua kegiatan di sektor jasa keuangan tersebut semakin berkelindan satu sama lain, tidak hanya dalam lingkup sektor jasa keuangan, bahkan terkadang bisa lintas sektor," ujar Eko.

Adapun Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo sebelumnya menyebutkan, dalam prosesnya DPR memiliki kewenangan legislasi dalam berkontribusi bagi pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi virus Corona tahun ini. "Kalau OJK saat ini fokus saja dengan tugas yang diamanatkan yang ada di UU, karena UU itu produk politik yang disepakati antara DPR dan Pemerintah," katanya, Sabtu 19 September 2020.

Meski begitu, menurut Anto, pemerintah juga merasa ada kegentingan dan mendesak untuk diterbitkannya Perppu yang dimungkinkan dalam kondisi saat ini.

Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan pembahasan masih sangat dinamis di Badan Legislatif. "Ini lagi dibahas di Baleg kan. Nggak tahu, nih," ujarnya saat dikonfirmasi tentang rancangan Revisi UU BI tersebut.

ANTARA | BISNIS

Baca: Revisi UU BI Sebut Bank Sentral Kembali Awasi Bank pada Tahun 2023, Sikap OJK?

Berita terkait

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

3 hari lalu

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

Kantor BPRS Saka Dana Mulia ditutup untuk umum dan PT BPRS Saka Dana Mulia menghentikan seluruh kegiatan usahanya.

Baca Selengkapnya

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

3 hari lalu

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

Sebanyak 1.213 BPR dan BPRS telah memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp 6 miliar. Masih ada lima persen yang belum.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

3 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

3 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

4 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

4 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Citi Indonesia Raih Penghargaan FinanceAsia Awards 2024

4 hari lalu

Citi Indonesia Raih Penghargaan FinanceAsia Awards 2024

Citi Indonesia menerima lima penghargaan sekaligus dalam ajang FinanceAsia Awards 2024.

Baca Selengkapnya

Didemo Nasabah, BTN: Tak Ada Uang Nasabah yang Raib

5 hari lalu

Didemo Nasabah, BTN: Tak Ada Uang Nasabah yang Raib

PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN patuh dan taat hukum yang berlaku di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

5 hari lalu

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

Satgas Pasti khawatir layanan pinjaman dana online atau pinjol baik yang resmi ataupun ilegal berkembang dan digemari masyarakat. Kenapa?

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

6 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya